Dalampenelitian hadis bi lafz pelacakan materi hadis ini mencakup kata âallimu, dharaba, al-shalah dan madjaâun (jamak : madajiâ) dan walada. Setelah dilihat langsung dalam kitab Muâjam al Mufahraz li Alfazi al Hadis an Nabawi, penyusun mendapatkan hadis-hadis tersebut terdapat dalam kitab-kitab hadis yaitu Kitab Sunan
Memahami hadis itu susah-susah gampang. Susah jika hadis yang dipahami mengandung banyak dimensi makna. Ini jelas jika tidak jeli, makna akan luput dari pemahaman pembaca. Gampang, jika hadis yang dibaca mengandung unsur-unsur yang mendukung keutuhan makna. Namun tampaknya, kesan susah-susah gampang dalam memahami hadis itu tidak berlaku bagi Kiai Ali Mustafa Yaqub al-maghfur lahu. Beliau punya cara unik dalam memahami hadis. Ada beberapa strategi yang digunakan Kiai Ali dalam memahami hadis-hadis Nabi. Strategi ini memang secara konsisten digunakan beliau ketika mencoba memberikan fatwa atau ketika melihat fenomena keagamaan umat Islam dalam kacamata pertama yang beliau gunakan ialah pahami dulu sistem metafora bahasa yang ada pada kandungan hadis. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak akan dapat lepas dari penggunaan metafora. Ketika musim pemilu tiba, biasanya bahasa-bahasa kampanye menggunakan metafor-metafor ini. Misalnya, ada istilah tikus kampungâ untuk merujuk kepada Jokowi. Lawan politik Jokowi menggunakan istilah ini untuk menyerang dirinya. Ada leksikon Cicak vs Buaya untuk merujuk pada konflik yang terjadi antara KPK dan kehidupan sehari-hari kita saja tidak mungkin lepas dari penggunaan metafor, apalagi agama yang dalam banyak pesan-pesannya selalu menggunakan strategi perumpamaan. Strategi pertama ini dapat digunakan untuk memahami beberapa hadis tertentu. Misalnya, dalam Fath al-Bari, Ibn Hajar mengemukakan sebuah hadis riwayat al-Bukhari. Hadis ini diriwayatkan oleh Aisyah. Para istri bertanya kepada Nabi tentang siapakah yang paling cepat menyusul duluan sepeninggal nabi. Rasul pun menjawab âYang paling panjang tangannyaâ. Akhirnya mereka mengukur tangannya masing-masing dan ternyata yang paling panjang tangannya ialah Saudah. Hanya saja ternyata Zainab yang meninggal duluan sementara tanganya paling pendek dari istri-istri nabi lainnya. Zainab ini merupakan istri nabi yang paling banyak memahami hadis tersebut kita tentu harus mengetahui metafora yang digunakan. Di sini ada kaitan antara âYang paling panjang tangannyaâ dan âyang paling sering bersedekahâ. Metafora panjang tanganâ dalam kebudayaan Arab dikonotasikan sebagai perilaku yang sering memberi orang lain. Karena itu, bagi Kiai Ali, metafora perlu dipahami untuk memahami hadis-hadis yang mengandung banyak kedua, temukan illat dibalik pensyariatan sebuah hukum dalam hadis. Illat di sini bukan dalam pengertian hadis. Karena jika dalam sebuah hadis ada illat-nya, illat-nya tersebut dapat menyebabkan hadis menjadi lemah atau dhaif. Illat yang dimaksud dalam strategi ini termasuk dalam kajian usul fikih. Illat dalam kajian usul fikih terbagi menjadi dua, illat yang ada dalam nas agama dan illat yang dihasilkan dari ijtihad. Ini bisa digunakan untuk membaca makna beberapa hadis. Misalnya, hadis tentang perintah agar umat Islam harus berbeda secara penampilan dari kaum Musyrik. Nabi SAW bersabda â Bedakanlah diri kalian dari kaum Musyrik. Panjangkan jenggot dan cukurlah kumis kalian.â Perintah panjangkan jenggot dan cukur kumis di sini dilandasi alasan/illat untuk berbeda secara penampilan dari kaum musyrik. Kaum musyrik di zaman nabi tentu berbeda dari kaum musyrik di masa sekarang. Karena itu memahami hadis ini dapat dilakukan dengan melihat illat perintah memanjangkan jenggot dan mencukur kumis itu. Jika di masa Nabi, kaum musyrik memanjangkan kumis dan mencukur jenggot namun di masa sekarang tentu jauh berbeda sesuai dengan kondisi lingkungannya. Misalnya taruhlah kaum musyrik saat ini memanjangkan jenggot dan mencukur kumis, tentu berdasarkan illat untuk berbeda itu, kaum muslim harus memanjangkan kumis dan mencukur ketiga, perhatikan kondisi geografis ketika sebuah hadis dituturkan. Strategi ini penting mengingat ada beberapa hadis yang berkenaan dengan arah ritual agama misalnya kiblat, buang hajat dan lain-lain. Meski letak geografis itu tidak bisa dijadikan sumber peletakan hukum, namun letak geografis juga dapat membantu kita memahami hadis. Misalnya, al-Bukhari dalam Sahih-nya meriwayatkan hadis dari Abu Ayyub al-Anshari bahwa Rasul SAW bersabda âJika seseorang di antara kalian ada yang mau buang hajat, janganlah menghadap atau membelakangi kiblat, tapi menghadaplah ke arah timur atau barat.â Dalam hadis ini tidak disebutkan posisi Rasul ketika menyabdakan hukum arah buang hajat ini. Namun dalam riwayat lain, Ibnu Umar menceritakan pengalamannya. Beliau mengatakan âketika aku menaiki rumah Hafsah untuk beberapa keperluan, aku pernah melihat Rasul SAW sedang buang hajat sambil membelakangi kiblat dan menghadap ke arah Syam.âHafsah merupakan istri Nabi yang dinikahi setelah hijrah ke Madinah. Jelaslah di sini bahwa posisi Nabi saat itu berada di Madinah. Letak Madinah secara geografis berada di arah utara Mekkah. Karena itu hadis ini tidak boleh diamalkan secara tekstual di Indonesia karena letak geografis Indonesia berada di arah timur. Artinya ketika kita mengamalkan perintah nabi yang mengatakan âmenghadaplah ke arah timur atau barat ketika buang hajatâ itu artinya kita âmenghadap atau membelakangi kiblatâ. Tentu ini tidak seperti yang disabdakan Nabi sebelumnya agar kita tidak menghadap kiblat. Artinya jika hadis tersebut diamalkan di Indonesia, maka âmenghadaplah ke arah utara atau selatan ketika buang hajatâ. Untuk memahami hadis ini, ada dua pendekatan; pertama, pendekatan secara lafal yang berlaku untuk kalimat pertama dari hadis tersebut, âJangan menghadap kiblat atau membelakanginyaâ. Kedua, pendekatan secara makna yang berlaku untuk kalimat kedua dari hadis tersebut, âmenghadaplah ke arah timur atau baratâ. Dua pendekatan ini, kata Kiai Ali, hanya bisa dilakukan bagi orang yang mengetahui letak geografisStrategi keempat, perhatikan kedisinian dan kekinian sebuah hadis. Karena hadis-hadis dituturkan dalam konteks masyarakat Arab, maka tentu kandungannya tidak melulu berkaitan dengan agama yang lepas dari bingkai budaya. Sejatinya, al-Quran dan hadis diwahyukan kepada Nabi tidak terlepas dari konteks yang mengitarinya, tidak turun dalam ruang dan waktu yang kosong dari budaya setempat. Meski kadang prinsip al-hadits arabiyyun lughatan wa alamiyyun maânan hadis itu meski secara lafal berbahasa Arab namun secara makna bersifat universalâ bisa dipakai, namun hadis tetaplah hadis, ujaran Nabi yang berbahasa Arab, bahasa yang sepenuhnya mencerminkan kebudayaan Arab. Karena itu menurut Pak Yai, pahami hadis dalam bingkai ruang dan waktunya. Strategi ini digunakan beliau untuk memahami hadis-hadis yang berkenaan dengan kebudayaan Arab seperti pakaian misalnya. Hadis-hadis mengenai pakaian banyak sekali secara tekstual terhadap hadis-hadis pakaian ini akan mengimplikasikan bahwa pakaian Nabi wajib digunakan oleh umat Islam. Bagi Kiai Ali, bukan itu yang dimaksud sunnah Nabi. Mengikuti sunnah berarti ya kita harus memakai pakaian sesuai adat dan istiadat kita karena Nabi sendiri memakai pakaian sesuai tradisi Arab, bukan Persia atau lain-lain. Bahkan Kiai Ali berpandangan lebih ekstrim lagi. Bagi beliau, memakai pakaian yang tidak sesuai adat kebiasaan setempat atau pakaian itu berbeda dari budayanya disebutnya sebagai pakaian syuhrahâ. Si pemakainya akan dijerumuskan ke dalam Neraka. Begitu Kiai Ali berpendapat sambil mengutip hadis riwayat Ibnu kelima, perhatikan skala prioritas dalam ibadah. Strategi ini biasanya digunakan Kiai Ali untuk memahami hadis dalam kaitannya dengan ibadah haji atau umrah berulang. Jika ada dua ibadah dimana yang satu dari segi pahala bersifat utama sementara yang lain lebih utama, maka ibadah yang lebih utama ini yang lebih diprioritaskan untuk diamalkan. Jika ada dua ibadah dimana yang satu dampak positifnya untuk pribadi sementara ibadah yang lain dampak positifnya bukan hanya untuk pribadi namun juga untuk lingkungan sosial, maka ibadah yang berdampak social secara positif inilah yang diutamakan. Bahkan pandangan mengenai prioritas ibadah ini begitu mewarnai tulisan-tulisan Kiai Ali. Tulisan-tulisan yang berkaitan dengan hal ini biasanya bernada provokatif seperti Haji Pengabdi Setan dan Kiyai Pemburu keenam, dahulukan intensionalitas syariah di atas tekstualitas hadis. Strategi ini memang tidak terlalu banyak dikupas dalam berbagai karya-karyanya. Kendati demikian, Kiai Ali memandang bahwa tekstualitas hadis tetap penting meski semangat yang melandasi hadis itu yang lebih penting. Contoh hadis yang berkenaan dengan strategi ini ialah perintah Nabi SAW kepada Zaid bin Tsabit untuk mempelajari bahasa Ibrani. Tekstualitas hadis ini mengatakan bahwa mempelajari bahasa Ibrani itu sunnah. Namun berdasar pada pemahaman atas intensionalitas hadis ini, Kiai Ali memandang bahwa belajar bahasa asing itu termasuk sunnah jika semangatnya untuk berdakwah dan kepada strategi pemahaman hadis di atas dapat disimpulkan bahwa Kiai Ali Mustafa Yaqub menggunakan dua pendekatan sekaligus pendekatan tekstual dan pendekatan kontekstual. Masing-masing pendekatan ini dimungkinkan tergantung pada hadis yang akan dipahami. Artinya penggunaan pendekatan ini akan didorong oleh bagaimana sebuah hadis berbicara. Hadis yang berbicara tentang apa dan bagaimana akan menentukan dengan sendirinya model pendekatan yang dipakai. Dalam pepatah dunia penelitian dikatakan al-maudhu yafridl al-manhajâ objek menentukan metode yang akan digunakan. Kiai Ali dalam hal ini telah berhasil membangun metode yang unik dalam memahami hadis dalam konteks keindonesiaan
Akhirnya Nabi Muhammad SAW. bersabda, 'Kami (kaum muslimin) lebih layak menghormati Musa daripada kalian.' Kemudian, Nabi Muhammad SAW berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa." (HR Muslim). Niat Puasa Asyura . Niat puasa Asyura bisa dilafalkan ketika hendak makan sahur. Namun jika terlupa, niat puasa Asyura bisa
Salman Yoga S Judul Buku Hadis-hadis Kebudayaan Penerbit Desantara Tahun Terbit 2004 ISBN 79-96461-5-7 Jumlah Halaman 188 Editor KH. Adib Masruhan Di antara masalah yang paling rumit dalam kehidupan Islam adalah yang berkaitan dengan hiburan dan seni. Karena sudah menjadi sesuatu yang umum kebanyakan manusia terjebak kelalaian dalam hiburan dan seni, yang memang erat hubungannya dengan perasaan, kesenangan, hati serta akal pikiran. Sebuah fenomena menggelisahkan, kini tengah dan bahkan sebenarnya telah cukup lama bergulir di kalangan masyarakat Islam, yakni kegemaran mendengarkan lagu dan musik. Melalui kegemaran itu berbagai budaya lain yang merusak merambati relung-relung kehidupan generasi Islam. Sebagian besar dari mereka menganut budaya moderen yang hingar bingar penuh sensasi dan pertarungan reputasi, masih pula membaur dengan seribu satu jenis dan bentuk kemaksiatan yang terkadang sudah menjadi agama mereka. Seni musik, sastra dan tari dalam Islam sebenarnya telah mempunyai ketentuan tersendiri yang katâi. Segala bentuk ekspresi dan pelahiran nilai estetika dari setiap orang mempunyai aturan sesuai dengan norma dan tata nilai yang berlaku. Namun sejauh mana hal tersebut menjadi sebuah konsep baku, sampai hari ini Majlis Ulama belum pernah mengeluarkan fatwa tentang ketentuan khusus seperti halnya ketentuan menyangkut halal dan haramnya makanan. Sejak zaman kekuasaan Dinasti Muawiyyah tahun 661-749 M dan kekuasaan Dinasti Abbasiyah tahun 749-1200 M hingga zaman moderen saat ini, pembicaraan tentang Tamaddun seni dan kebudayaan dalam Islam memang tidak pernah selesai mewarnai gerak dinamika kehidupan muslim. Oleh kaum modernisme orientalis seni kerap dijadikan sebagai tameng terhadap penyempitan pemahaman ajaran Islam, sehingga berbagai kajian dan penelitian tentang kesenian Islam Seni Islam terus dilakukan. Dari segi objek penelitian, menurut Sayyed Hossein Nasr1987, seni Islam sebenarnya telah menjadi bahan studi para sarjana Barat sejak abad kesembilan belas dan para sarjana Muslim yang berpendidikan Barat selama beberapa dekade, setelah itu seni Islam menarik perhatian masyarakat luas sejak dua atau tiga dekade yang lalu. Banyak karya mengenai sejarah, teknik penciptaan, lingkungan sosial dan aspek-aspek lainnya dari seni Islam yang diterbitkan dalam berbagai bahasa di Erofa. Beberapa terbitan itu berpegang teguh pada signifikansi dan makna spiritual yang asli, walaupun jumlahnya hanya sedikit sekali. Selain itu tulisan-tulisan T. Burckhardt, yang memberikan penjelasan khusus mengenai demensi intelektual, simbolisme dan demensi-demensi spiritual Islam, sangatlah sedikit karya yang memandang seni Islam sebagai manifestasi bentuk-bentuk realitas spiritual al-haqaâiq wahyu Islam itu sendiri karena diwarnai oleh pengejawantahannya yang bersifat duniawi dan menyalahi hukum Islam. Terlebih ketika goyangan seni tari Inul Daratista, photo ekpresi dan foese Anjasmara serta sejumlah selebriti kita mencuat kepermukaan dan menjadi bahan pembicaraan yang hangat, hingga melahirkan pro dan kontra tentang lahirnya Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi. Dari sudut pandang para seniman dengan mengatasnamakan kebebasan berekpresi hal tersebut sebenarnya bukanlah satu hal yang perlu diperdebatkan, tetapi dari segi intensitas, media yang digunakan dan mayoritas masyarakat pengguna media terbut adalah umat Islam, maka hal itu dapat menjadi bumerang. Islam sendiri sebenarnya adalah agama yang realistis. Islam memperhatikan tabiat dan kebutuhan manusia, baik jasmani, rohani, akal dan perasaannya, sesuai dengan kebutuhan manusia dalam batasan-batasan yang seimbang. Jika olah raga kebutuhan jasmani, beribadah sebagai kebutuhan rohani, ilmu pengetahuan sebagai kebutuhan akal, maka seni merupakan kebutuhan rasa intuisi, yaitu seni yang dapat meningkatkan derajat dan kemulyaan manusia, bukan seni yang dapat menjerumuskan manusia dalam kehinaan. Bagaimana sebenarnya ekpresi yang islami dan apa dalil-dalil yang mendukung kesenian dan budaya dalam kehidupan muslim? Pertanyaan ini secara sepintas akan terjawab dengan hadirnya buku âHADIS HADIS KEBUDAYAANâ terbitan Desantara Jakarta. Buku yang dieditori oleh Ahmad Tohari dan Bisri Efendi ini berbicara tentang seni dan budaya dalam Islam dengan menghadirkan tidak kurang dari 71 Hadis yang berkaitan langsung dengan seni dan budaya di masa Nabi, khususnya seni tarik suara dan seni musik. Dalam hal berekpresi, Ahmad Tohari pada bagian pengantarnya mengatakan bahwa sesungguhnya umat Islam tidak berbeda dengan umat yang hidup dengan karunia akal budi dan perasaan. Dengan kedua hal tersebut setiap manusia mampu berpikir dan merasakan segala hal yang tertangkap oleh panca indera, serta berkreasi dalam berbagai bentuk ciptaan dan penemuan, baik yang non seni maupun yang bersifat seni. Dengan kata lain umat Islam mempunyai hak dan posisi yang sama dengan umat lain dalam hal seni dan berkesenian. Hal ini sesuai dengan konsep ajaran Islam yang terdapat dalam salah satu ayat Alquran yang memerintahkan manusia untuk memanfaatkan faktor estetika yang telah dikaruniakan kepadanya Surat A-Nahl78. Bahkan Allah Swt sendiri mengakui bagaimana peran sebuah hasil karya seni seperti syair puisi dapat menjadikan sang penyairnya menjadi penghuni neraka atau penghuni surga. Demikian urgen dan pentingnya kedudukan seni serta seniman itu sendiri dalam merubah dan menciptakan sebuah kebudayaan, hingga Allah Swt sendiri mencantumkan nama salah satu surat dalam Al-Quran dengan jenis profesi kesenimanan, yaitu surat Asy-SyuâAra Para Penyair. Bagaimana berkesenian; berekpresi, bermain musik, bertari dan bernyanyi pada zaman Rasul ? Buku kecil dengan 64 halaman ini menjadi wajib untuk dibaca, karena ia mencoba mengaktualisasikan sejumlah kejadian dan momen-momen di mana Rasul ikut menikmati, melihat dan mendengarkan ketika beberapa sahabat mengekpresikan nilai estetikanya dengan bermain musik. Rasul-pun seolah mebolehkan dan tidak terkesan melarang ketika sejumlah wanita bermain musik, bernyanyi dan menari dalam sebuah acara perkawinan yang dihadiri oleh Rasul sendiri. Buku ini menampilkan kejadian sejarah tentang awal mula dibolehkankannya bermain musik melalui Hadis-Hadis Nabi yang dari segi periwayatannya tergolong shahih. Baik dari segi sanad maupun matannya. Perdebatan tentang seni musik dalam Islam secara khusus memang telah dibicarakan oleh Dr. Ysuf Al-Qardlawy melalui bukunya Figh Al-Ghina wa alMusiqi fi Dhau-I Al-Qurâan wa As-Sunnah Piqih Musik dan Lagu Perspektif Al-Qrâan dan As-Sunnah terbitan Maktabah Wahbah, Kairo 2001, dan buku Tahrim Alatit Tharab Polemik Seputar Hukum Lagu dan Musik tulisan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani terbitan Dar Ash-Shiddiq, Saudi Arabia 1999. Kedua buku tersebut berusaha menjelaskan bagaimana seni musik Islam bermula, berkembang dan digemari serta bagaimana hukum-hukumnya berdasarkan sejumlah dalil ayat Al-Quran dan Sunnah Nabi. Namun secara spesifik kehadiran buku HADIS-HADIS KEBUDAYAAN lebih kepada merangkum sejumlah Hadis-Hadis Nabi yang secara khusus menggambarkan keterlibatan Rasul dalam musik, ketika para sahabat mencoba memainkannya dihadapan Nabi. Menariknya buku ini adalah tentang kumpulan Hadis-Hadis yang menggambarkan Nabi sebagai penikmat sekaligus sebagai apresian dari musik itu sendiri saat itu. Kehadiran buku ini dalam khasanah keilmuan dan refrensi seni dan kebudayaan Islam sangatlah berarti. Selain sebagai bahan rujukan baru tentang kehidupan Rasul, juga dapat menjadi bahan refrensi penting tentang pengkondisian-pencarian eksistensi kesenian dalam Islam. Karena masih banyak masyarakat muslim yang belum mengerti dan faham bagaimana sebenarnya sebuah kebudayaan, khususnya seni diciptakan, diekpresikan dan dinikmati dengan tidak melanggar norma-norma ajaran agama. Buku ini dibagi ke dalam dua bagian utama. Yang pertama menyangkut sekumpulan Hadis tentang kesenian, dan yang kedua sekumpulan Hadis tentang Pluralitas dan toleransi. Buku ini sendiri tampaknya memang sengaja tidak memberi analisa-analisa dan penjelasan lebih jauh dan berarti tentang isi serta relefansi dalil-dalil Hadis dengan realita dunia seni Islam saat ini, sehingga memberi kesan sekaligus tantangan kepada pembaca untuk menginterfestasi, men-tafsir, mengapresiasi sendiri dalil-dalil Hadis tersebut sebagai rambu-rambu sekaligus sebagai bahan rujukan yang signifikan dalam dunia berkebudayaan dan berkesenian . WallahuâAâlam. Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Analisa Medan Sumatera Utara, pada bulan Maret 2007. Comments comments
Mengutipdari Al-Quran Hadis (2020) yang ditulis Nismatul Khoiriyah, ada 2 aspek dalam muamalah yaitu adabiyah dan madaniyah. Pertama, aspek adabiyah menyangkut adab atau akhlak, seperti kejujuran, toleransi, sopan santun, adab bertetangga dan sebagainya. Kedua, aspek madaniyah berhubungan dengan kebendaan, seperti halal, haram, syubhat
Uploaded byNurus Syifaul Muhtar 0% found this document useful 0 votes1K views6 pagesDescriptionqwqwCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOC, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document0% found this document useful 0 votes1K views6 pagesAyat Dan Hadist KebudayaanUploaded byNurus Syifaul Muhtar DescriptionqwqwFull descriptionJump to Page You are on page 1of 6Search inside document You're Reading a Free Preview Pages 4 to 5 are not shown in this preview. Buy the Full Version Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Buatpara guru disini, saya minta teks arab hadits (kitab durrotun nasihin) tentang anak yatim yang menangis di hari raya, yang kemudian diajak Nabi SAW. Terima kasih atas perkenannya. Wassalam. JAWABAN : Waâalaikum salam. Berikut teks arab hadits (kitab durrotun nasihin) tentang anak yatim yang menangis di hari raya, yang kemudian diajak
ArticlePDF Available AbstractThere is a lots of local traditions arab wisely maintained and preserved by the Prophet. Itâs like, the pilgrimage to Mecca, the rule of law marriages, deaths, versification, and many more. All of this can be found in many Hadith are scattered in the books of hadith. The Prophet is in order to reconcile Islam with the forces of the local Arab culture, it is done so that the local Arab culture is not lost. Thus, the face of Islam as a religion that rahmatan li al-'Alamin, a religion that has a high appreciation of the tradition will be seen. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. KEARIFAN DIALOGIS NABI ATAS TRADISI KULTURAL ARAB Sebuah Tinjauan Hadis Syaikhudin STAIN Blambangan Abstract There is a lots of local traditions arab wisely maintained and preserved by the Prophet. Itâs like, the pilgrimage to Mecca, the rule of law marriages, deaths, versification, and many more. All of this can be found in many Hadith are scattered in the books of hadith. The Prophet is in order to reconcile Islam with the forces of the local Arab culture, it is done so that the local Arab culture is not lost. Thus, the face of Islam as a religion that rahmatan li al-'Alamin, a religion that has a high appreciation of the tradition will be seen. Kata kunci Tradisi Arab local, dialog, rekonsiliasi, apresiasi, hadis. A. Pendahuluan iyakini sepenuhnya Islam adalah agama yang sempurna dan bersifat universal. Tidak seorang pun bisa dikatakan sebagai muslim yang baik jika masih menyisakan keraguan atas kesempurnaan dan universalitas Islam tersebut. Di sisi lain, disadari pula bahwa Islam adalah agama yang tidak bisa dilepaskan dari tradisi kultural Arab sebagai tempat kelahirannya. Islam datang sebagai respon atas keadaan yang bersifat khusus di tanah Arab. Seperti diutarakan Zainul Milal Bizawie, Islam adalah agama yang sebenarnya lahir sebagai produk lokal Arab -tepatnya daerah Hijaz- yang kemudian diuniversalisasikan dan ditransendensi sehingga kemudian menjadi Islam universal. Oleh karenanya, seberapa pun kita meyakini bahwa Islam itu wahyu Tuhan yang universal dan ghaib, toh akhirnya dipersepsi D 188 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 oleh si pemeluk sesuai dengan pengalaman, problem, kapasitas intelektual, sistem budaya, dan segala keragaman masing-masing pemeluk di dalam Umar bin Khattab, sebagaimana dikutip Abu Hapsin mengatakan bahwa Arab adalah bahan baku Islam. Artinya, tradisi pra-Islam ini telah banyak diadopsi dan kemudian diintegrasikan menjadi bagian dari Islam baik yang terkait dengan ritus, sosial kemasyarakatan, politik, ekonomi, hukum dan sebagainya. Dalam hal yang menyangkut ritual keagamaan, misalnya pelaksanaan ibadah haji, umrah, pengagungan terhadap Kaâbah, kesucian bulan-bulan haram dan pertemuan umum pada hari Jumâat, merupakan contoh-contoh ritus pra Islam yang kemudian diadopsi oleh Islam setelah dilakukan modifikasi melalui ijtihad Nabi maupun wahyu al-Qurâan. Karena itu, jika ada klaim kesempurnaan dan universalitas Islam hingga pada taraf menafikan arti penting memahami tradisi pra-Islam, itu sama halnya dengan memanipulasi Banyak para sejarawan muarrikhun menjadikan gap antara Islam dan tradisi Arab pra Islam dengan demarkasi moral dan ideologis yang sangat kontras. Masyarakat Arab pra Islam dipersepsikan sebagai masyarakat jahiliyah, kemudian Islam datang sebagai juru selamat yang membebaskan. Untuk beberapa hal, klaim tersebut memang tidak sepenuhnya salah. Akan tetapi generalisasi ini telah memberikan pengaruh negatif dalam menumbuh-kan kritisisme sejarah. Ketersambungan tradisi antara masyarakat pra Islam dan pasca Islam menjadi fakta sejarah yang terabaikan. Akibatnya proses inkulturasi dan akulturasi tradisi Arab pra Islam dengan Islam dianggap sebagai fakta sejarah yang tidak penting untuk dikaji. Atau, kalaupun dikaji, terkadang terjadi kekeliruan verifikasi dan penafsiran. Oleh dari pada itu, persentuhan Islam dengan tradi Arab inilah yang kemudian coba didiskusikan dalam tulisan ini. Khususan, berusaha melacak sejauhmana hubungan dialektis antara Islam perdana dengan tradisi kultural lokal masyarakat Arab saat itu melalui perspektif hadis-hadis Nabi. Dipilihnya hadis adalah semata-mata mengingat hadis merupakan data 1 Zainul Milal Bizawie, âDialektikaTradisi Kultural Pijakan Historis dan Antropologis Pribumisasi Islamâ dalam Jurnal Tashwirul Afkar, No. 14 Tahun 2003, 34. 2 Abu Hapsin, âIslam Dan Budaya Lokal Ketegangan antara Problem Pendekatan dan Kearifan Lokal Masyarakat Jawaâ dalam http// Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 189 historis yang mencatat langsung relasi Nabi dan masyarakatnya dengan aneka macam tradisi kulturalnya saat itu. B. Rekonsiliasi Islam terhadap Tradisi Kultural Lokal Isu klasik tentang apakah agama menjadi bagian dari kebudayaan, ataukah kebudayaan yang menjadi bagian dari agama tetap menarik diperbincangkan hingga kini. Seperti dikatakan para antropolog dan sejarawan, agama merupakan bagian dari kebudayaan religion is a part of every known culture. Mereka memandang kebudayaan sebagai titik sentral kehidupan manusia, dan mereka tidak membedakan antara agama/ kepercayaan yang lahir dari keyakinan masyarakat tertentu dengan agama yang berasal dari wahyu Tuhan kepada para rasul-Nya. Sebaliknya, para agamawan, umumnya memandang agama sebagai sumber dan titik sentral kehidupan manusia, terutama yang ada kitannya dengan sitem keyakinan credo dan sistem peribadatan ritus. Agama mempunyai doktrin-doktrin yang mengikat pemeluknya, dan diantara doktrin tersebut ada yang bersifat dogmatis, yang tidak mungkin ditukar dengan tradisi dan sistem budaya yang berlawanan. Meski begitu, di kalangan mereka ada yang meyakini bahwa dalam agama terdapat koridor yang memungkinkan adanya penyesuaian atau penyerapan antara agama dengan tradisi dan budaya yang berlaku di suatu masyarakat. Sehingga di situ terjadi proses saling mengisi, saling mewarnai dan saling Dalam Islam sendiri, tradisi kultural lokal biasa diasosiasikan dengan al-urf atau al-a>dah. Meski ada yang membedakan, namun umumnya para ulama mengartikan keduanya dalam pengertian yang sama, karena secara substantif keduanya memiliki makna sama, meskipun dengan ungkapan yang Adat al-a>dah adalah sebuah kecenderungan berupa ungkapan 3 M. Tholhah Hasan, Ahlussunnah Wal-Jamaâah Dalam Persepsi dan Tradisi NU Jakarta Lantabora Press, 2006, hlm. 266. 4 Seperti Shalih ibn Ghanim yang menyatakan bahwa meskipun antara al-a>dah dan al-urf dari segi bahasa terdapat kesamaan, namun keduanya mempunyai perbedaan yang cukup signifikan dari segi mafhumnya. Menurutnya, al-a>dah lebih umum dari al-urf. Al-a>dah mencakup segala jenis kebiasaan yang berulang-ulang, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik berasal dari individu maupun kelompok dan tanpa memperdulikan apakah kebiasaan itu baik ataukah jelek. Sementara cakupan al-urf hanya mencakup apa yang dianggap baik dan benar oleh manusia secara umum al-a>dah al-ammah yang dilakukan 190 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 atau pekerjaan pada satu obyek tertentu, sekaligus pengulangan akumulatif pada obyek pekerjaan dimaksud, baik dilakukan oleh pribadi atau kelompok. Akibat pengulangan itu, ia kemudian dinilai sebagai hal yang lumrah dan mudah dikerjakan. Aktifitas itu telah mendarah daging dan hampir menjadi watak Adapun al-urf seperti dikatakan Wahbah Az-Zuhaili adalah suatu perbuatan ataupun ucapan yang telah menjadi kebiasaan dan dikenal oleh masyarakat yang berlaku secara Para ulamaâ umumnya membagi tradisi kultural ini menjadi dua kategori, yaitu pertama, tradisi kultural positif A>dat shahi>h, yakni tradisi yang tidak bertentangan dengan dalil syarâi, tidak menghalalkan sesuatu yang haram, tidak membatalkan sesuatu yang wajib, tidak menggugurkan cita kemaslahatan, serta tidak mendorong timbulnya suatu kerusakan. Tradisi kultural semacam ini harus dilestarikan. Bahkan, segala sesuatu yang sudah difahami oleh masyarakat meski itu tidak menjadi tradisi, tetapi telah menjadi kesepakatan dan dianggap sebagai kemaslahatan serta tidak bertentangan dengan syaraâ maka harus dipelihara; Kedua, tradisi kultural negatif a>dat fasi>d, yakni tradisi yang berlawanan dengan dalil syariat, atau menghalalkan keharaman maupun membatalkan kewajiban, serta mencegah kemaslahatan dan mendorong timbulnya kerusakan. Tradisi semacam ini tidak boleh dipelihara, karena pemeliharaan atas adat jenis ini akan berakibat rusaknya fondasi hukum-hukum syariat. Namun Abdul Wahab Khalaf menggaris bawahi bahwa apabila a>dat fasi>d termasuk kebutuhan primer dlaru>riya>t maka ia boleh dipelihara dan dijadikan acuan. Seperti dalam keadaan darurat dibolehkan melakukan hal yang sebenarnya diharamkan. Dan apabila a>dat fasi>d itu tidak dilakukan, maka kaum muslimin akan mengalami kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup Imam As-Syathibi, dengan bahasa yang sedikit berbeda sebagaimana dikutip Tholhah Hasan, membagi tradisi kultural menjadi dua macam, yaitu berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan. Lihat Shalih ibn Ghanim, Al-Qawaid al-Kubra Riyadl Dar Belensiah, tt, hlm. 335. 5 Abdul Haq dkk., Formulasi Nalar Fiqih, Telaah Kaidah fiqih Konseptual Surabaya Khalista. 2009, hlm. 274. 6 Wahbah az-Zuhaili, Ushul Fiqh al-Islami Beirut Dar al-Fikr, 1986, hlm. 828. 7 Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, vol. I Bandung Risalah, 1985, hlm. 133. Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 191 1. Tradisi yang berdasarkan syaraâ, yakni tradisi yang dikuatkan oleh dalil syarâi, seperti dalam wujud kewajiban atau kesunatan, atau yang dinafikan oleh syaraâ seperti dalam wujud keharaman atau kemakruhan. Bila berbentuk wajib atau sunnah harus dan baik melakukannya. Dan yang berwujud haram dan makruh harus meninggalkannya. 2. Tradisi yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, tetapi syaraâ tidak membuat ketetapan apapun, tidak melarang dan tidak menyuruh. Contohnya, âperingatan hari besar nasionalâ. Maka hal tersebut diserahkan kepada budaya dan maslahah dari masing-masing daerah. Apakah akan melakukannya atau Dalam lintasan sejarahnya, dialektika Islam dan tradisi kultural ini telah melahirkan wajahâ Islam yang bervariatif. Mulai dari varian Islam yang berskala lokal, semisal Islam Jawa, Islam Sasak, Islam Madura, dan seterusnya, hingga dalam ranah yang lebih besar seperti Islam Arab, Islam Iran, Islam Cina, Islam Amerika, Islam Indonesia, dan sebagainya yang masing-masing memiliki bangunan kebenaran sendiri-sendiri. Munculnya varian-varian Islam semacam ini tentu merupakan hal yang tak bisa terelakkan. Seperti dikatakan John L. Esposito ketika mengamati masalah relasi Islam dan budaya lokal di Asia Tenggara, bahwa antara Islam sebagai sistem kepercayaan dan budaya lokal adat memiliki keterikatan yang sangat erat dan tak dapat dipisahkan. Hubungan keduanya seperti zat dan Wajar bila kemudian, ketika Islam berkembang, ia tidak akan pernah betul-betul sama dari satu tempat ke tempat lainnya atau dari satu waktu ke waktu yang Seperti di Indonesia, Jawa khususnya, akan ditemukan model Islam yang sangat khas dan berbeda dengan yang ada di Arab selaku tempat kelahirannya. Ada tradisi berupa ritus-ritus yang biasa dilakukan dari sejak bayi dalam kandungan, pasca kelahiran, perkawinan hingga kematian dan pasca kematian. Misalnya ada upacara mitoni, yaitu selamatan pada saat kehamilan mencapai tujuh bulan, upacara puputan, selamatan pada saat sisa 8 M. Tholhah Hasan, Ahlussunnah Wal-Jamaâah, hlm. 211. 9 M. Tholhah Hasan, Ahlussunnah Wal-Jamaâah, hlm. 217. 10 Zainul Milal Bizawie, âDialektikaTradisi Kultural..., hlm. 35. 192 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 tali pusar bayi lepas, upacara midodareni, selamatan yang dilakukan di kediaman calon mempelai wanita pada malam upacara pernikahan untuk menebus kembar mayang oleh calon suami, upacara tahlilan dan yasinan yang dilaksanakan sejak hari pertama kematian hinga hari ke tujuh, dan banyak lagi ritus-ritus lainnya yang sama sekali tidak pernah ada precedence sebelumnya baik dari Rasulullah Muhammad saw. maupun para sahabatnya. Berbagai rekonsiliasi atau bahkan mungkin akulturasi ini, meminjam bahasa Gus Dur, adalah sebuah âpribumisasi Islamâ. Yakni sebuah usaha untuk melakukan rekonsiliasi Islam dengan kekuatan-kekuatan budaya lokal, supaya ia tidak hilang. Sebab dengan beginilah wajah Islam sebagai agama yang rahmatan li al-alamin, agama yang mempunyai apresiasi tinggi terhadap tradisi, akan terlihat. C. Pergumulan Nabi Islam dan Tradisi Kultural Arab Khalil Abdul Karim, seorang pemikir asal Mesir, menyatakan bahwa banyak hal yang terkait dengan tradisi kultural lokal Arab pra-Islam yang diadopsi dan diakomodir untuk kemudian dijadikan sebagai bagian dari doktrin keagamaan Islam. Hasanuddin Hasymi, seperti dikutip Abu Hapsin, juga menyatakan hal yang sama. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa al-Qurâan maupun ijtihad Nabi Muhammad saw. tidak menghapus semua budaya yang telah mengakar dalam prikehidupan bangsa Arab. Yang dilakukan Nabi justru melakukan akulturasi dan inkulturasi dengan budaya setempat yang lebih memungkinkan adanya penerimaan masyarakat secara inklusif terhadap Islam. Kebanyakan hukum-hukum yang menyangkut perdata dan pidana, seperti biasa ditemukan dalam berbagai kitab fiqh, merupakan keberlanjutan dari hukum-hukum yang telah ada sebelum Islam. Di antara pranata sosial tersebut ada yang diterima secara total, ada yang diterima dengan modifikasi dan ada yang ditolak. Namun khusus untuk bidang muâamalah dan pranata sosial kebanyakan diterima dan kemudian diintegrasikan menjadi bagian dari Tradisi haji misalnya. Sebelum kehadiran Islam, aktivitas ini dalam setiap~ tahunnya sudah dilaksanakan masyarakat Arab . Ka'bah di kota Makkah merupakan tempat yang selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat 11 Mochammad Muâizzuddin, âKontribusi Dialek Quraisy Dan Dialek Tamim Terhadap Bahasa Arab Fushha Kajian Sosio-Psikolinguistikâ dalam http// Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 193 Arab setiap tahunnya untuk melaksanakan ibadah haji dan mensucikan berhala-berbala mereka yang terdapat di sekitar Ka'bah. Bahkan, Kaâbah yang ada di Makkah ini bukan hanya diziarahi oleh suku-suku Arab, tetapi juga banyak dikunjungi oleh umat Yahudi dan Nasrani dari luar Begitu juga dalam hal berkabung karena kematian. Pada zaman Nabi dan para sahabatnya dulu, sudah ada budaya dan tradisi lokal Arab dalam tata cara berkabung apabila seseorang ditinggal mati oleh keluarganya. Wanita-wanita biasanya menangis histeris, menyakiti badan mereka, merobek-robek pakaian mereka dan lain sebagainya. Kemudian tradisi tersebut sebagian ditolelir oleh Islam, tetapi lainnya secara bertahap dihilangkan. Boleh menangis tetapi dilarang menjerit-jerit histeris sambil menyakiti badan atau merobek pakaian niyahah, boleh bersedih tetapi dilarang berlarut terlalu lama. î îŽî î°î î®î î î°îš î®î î îºî» îî¥ î î®îž î°î î¿î îî × î îŽî îî¥ î î®î îî× î îîš î°îî îŽîî
îŽîŒ î®îî î°îš î®îî î¹î²îî°îî®î î î¬ îŽî î®î î®î î°î î¿î î î®îµ î î¿î î îµî î°î î®î¹ î îîš î°î × î î°îš î®î î î¯î¢ î®î î°î± î¿î î î î®î î®î
î¶î î®îî ×î î«îî î®î± î î·î¬ îŽî î¶îî×î î¯îžî î®î î¿î î¿î î î¯î© î¿îî îº î®îª îîî®î î î¿î î®î£ îî®îî¯îî î¯îš î°î î î¯î î°îŒî®îî î«î¿î î®î î°î × î î®îµîî¿î î î î®î î¯îî°îî®îî î¯î© îî î × î î®î¬îŽî°î®î¥ î î®î î®î î¯î î îîš î°î î îŽî© îî î×îî¯î©îîî¿îî®îîîµî£îªî¯îŒî°îî®îîîîšî°îîîŽî©îîî×îîŽîî°îî®îî®î¹îîŸî©îîîî®î¹îî¬îŽîî¿îîîîšî°îîîŽîî°îŒî®îî®î¹îîµî²î°îª î®î î îîš î°î î îîš î®î î°î î¶î î × î îŽî î°î î®î î î®î¡ î®î î î¯îž î¯î£ îª î¯îŒ î®î î î®î§ îî î®î î®î¹ î îŽî© î°î
î®îµîªî¯îî®î¥îîî®îîîî¿îî×îªîîîî¿îîî«î®î¹î¿îîî°îî¿îîî®îµîî¿î¿î¿îîîŽî©îŽîî°îî¿îîîŽîî®î
îŽîîî¿îîî¬îŽî î î¯îžî®îî®îî®îªî¿î î îŽî© î°î
î¿î î®î î î®îŠ î®î î®î£ î î î¶îî¿î î¿î î î°î§ î¯î î°î î®î î î¯î© îî î× î î®î¬îŽî° î®î¥îîîŽî©îîî×î®î î®î¹ î îŽî© î°î
î¿î î®î î î¯î© îî î × î î« îî î®î± î îºî¬ îŽî î¶î î × î î®î î î¿î î¯î î î¯î¶ î°îª î¿î¿ îî × î îº î¿î î®î¥ î î î¶î î¿îî¿îî î®î§ îîî®îî®î¹î îŽî©î°î
î¿î î®îî î¯î© îîî×î î«îîî®î±îî·î¬îŽîî¶îî × îî« î¿îî®îî¿îî×î°îªî¿îî®îîî®î§îîîî¯îîºîî®îŒî¯îîî°îšîŽîî¿îî®î¹îîŽîîîî¿î¿îî×îîî·î°îî¯îîŽîîîî¿îî®î¹îîîšî°î
î®îŒîî×îîî¡î°îî®îîŽîîî¯î îºî î®îŒ î¯î î î î¿î î î®î© îî î × î î¶î· îî î î®î· îª î¯îŒ î®î î°î î®î î î î¿î î¿î î î®îµ î î¿î¿ î¿îî î®î¥ î î®î î¿î î®î¹ î × î®î î®î îŽîî®î î î¯î© î°î î®î î î¯î© îî î × î î®î¬ îŽî° î®î¥ î î¯î î®î î¯î î î®î· î î¿î î®î¹ î îŽî© î°î
î¿î î®î î îŽî© îŽî î°î î¿î î îŽî î î¿î î¯î îŽî î î¯î î¶î î®îŒ î¯î î î®î îºî
î®î îî × î î¶î· îî î®î¹ î î¯î§ î®î î°î î®î î î°î¹ î¿î î îŽî© îŽî î î®î îŽî î î« î¿î îîîî¯îîîî°î¹îŽî×î®îî·îîîîŽîîî¬îŽîî°îî®îî®î¹îîŽîî®î¥îî®îîŽîîîîîŽîîî¬îŽîî°îî®îî®î¹îîî®îžî®îŒîîîîŽîîîŽî©î
îŽî Dari Ibn Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah meninjau Sa'ad bin Ubadah dan besertanya Abdur Rahman bin Auf, Sa'ad bin Abu Waqqash dan Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhum. Kemudian Rasulullah menangis. Ketika orang-orang sama mengetahui tangisnya Rasulullah maka merekapun menangislah. Selanjutnya beliau bersabda "Adakah engkau semua tidak mendengar? Sesungguhnya Allah itu tidak akan menyiksa sebab adanya air mata yang mengalir di mata, tidak pula karena kesusahan hati, tetapi Allah menyiksa itu ialah dengan sebab perbuatan ini 12 Abu Hapsin, âIslam Dan Budaya Lokal Ketegangan antara Problem Pendekatan dan Kearifan Lokal Masyarakat Jawaâ dalam http// 194 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 ataupun Allah memberikan kerahmatannya." Beliau menunjuk kepada lisannya. Sesungguhnya mayit akan disiksa sebab ditangis keluarganya. Kemudian Umar memukulkan sebuah tongkat, melemparkan suah batu dan menaburkan Ritus Islam lain yang juga bermula dari tradisi masyarakat Arab pra-Islam bisa dilihat dari tradisi penghormatan terhadap bulan-bulan tertentu yang dalam al-Qurâan disebut dengan arbaâatu hurum. Bulan-bulan dimaksud adalah bulan Dzulqaâdah, Dzulhijjah, Muharam dan Rajab. Dalam rentang waktu tiga bulan pertama, masyarakat Arab pra Islam menjadikannya sebagai waktu untuk berhaji, sementara bulan Rajab mereka manfaatkan untuk ibadah umrah. Itulah karenanya mereka mendeklarasikan bahwa pada bulan-bulan tersebut tidak boleh ada peperangan. Ketika Islam datang, tradisi pensucian keempat bulan itu pun dilanjutkan sebagaimana terekam dalam al-Qurâan, surat al-Taubah 36. î®î î°î îŽî î î®îª î°î¥ î × î®î¹ î îŽî × î®î¹ î î®î î¶î î × î î®î€ î¿î î®î î î®î¶ î°îª î®î î îŽî© îî î × î îŽî î î®î îŽî î î¬ îŽî î × î±îî°îî®îîî®îî®î·î®îîîî®îî°î
×îîŽî©îîî×îî®îî°îîŽîîîî¥îªî¯îî·î·î×îî¿îî¶îîŽîîî¶î·îîîîîîî®îî¿îîîŒîîîîî¿îîî®î®îŽîîîî°î·î¯îîî×î×îªîîîŽîîî¿îî®î¹îî°î§îîî®îîîŸî°îî¿îîî¶îšîîî
îŽîî×îªî¯î îŽî îî» î®î î îµî¿î î î¯î§ î³îŽî
î¿î¿ îî × î î¯îš î î³îŽî î× î î¿î¥ îŽî î®î€î î²î¶ î¯î î¯î î îœî î®îŒ î®îî°î¥ î¿îî¿î¿î¯îîî°î§îîî®îîªîîîŽîîîî®î®îŽî¿î¶îî¯îîî×îî®î¡î®îîî®î©îîî×îî¶î·î¿îî×îªî¯îî¿îî°î×î®î¹îîŒîîîîî¿î٣يîîâSesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah ketetapan agama yang lurus, Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang Demikian halnya dengan tradisi puasa Asyuraâ. Sebagaimana diceritakan Aisyah, bahwa masyarakat Quraiys Arab sebelum kedatangan Islam telah terbiasa berpuasa Asyuraâ 10 Muharram. î¯î©îîî× îî®î¬îŽî°î®î¥î î¿îî®î·îŽî¯îî®îî î¶î·î¿îî îŽî©î
îŽîî¿îî î°îšî®îî î¿îî®î¹î°îî¯îî îîšî°îî îî¶î î®î· îŽîîî°îšî®îîîµî¥îŽîîî®îîî°îšî®îîî¿îî®îî¿îî°îî®îîî¯îšî°îîîŽî©îîî×îî¯îî°îî®îîîî®îî®î
î¶îî®îîî î î®î î°î î®îî®î¹ î îŽî© î°î
î¿î î®î î î¯î© îî î × î î« îî î®î± î îŽî© îî î × î î¯îµ îª î¯î î®î¥ î î®î· î î¿î î®î¹ î îŽî î¶î
îŽî îŽî î î®î îî × î î¬ îŽî î î²î î°î î®î îî î î¯î© î¯î îª î¯îž î®î î î®î × î®î¥ îª î¯î î î®î î î¯î¶ î°îª î®î î î®î· î î¿î î î°î î¿î î î¿îîî®î§îîî®î13 Al-Bukha>ri>, S}ahi>h al-Bukha>ri>, No. 1221 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 14 QS. al-Taubah 36. Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 195 î°îš î®îî¿î î î®î× î®î¥ îª î¯î îî®î î î®î¶ î°îª î®î î î¿îŽ î®î î®î î î¯î· î î®î¹î®î î®î¥ î î®îª îî îî î î î¶î î¿î î¿î î îŽî© îŽî îî®î
îŽîž îŽî î î®îî®î î¿î î®î¹ î î¯î© î®îî î®î± î î¿î î®î îîŽî î®î îî × î î®î¶ îŽîî¿î î îî¶î î¿î î¿î î î¯î© î¯î îªî¯îž î®îîî®îîî®îîî¯î© î¿î î®î î®î î î®î î î®î î î°îš î®î î®î¹ î î¯î© î®î î î®î± Dari Hisyam Ibn Urwah dari ayahnya, bahwa âAisyah ra. berkata âDi zaman jahiliyah dahulu, orang Quraisy biasa melakukan puasa âAsyura. Rasulullah saw. juga melakukan puasa tersebut. Tatkala tiba di Madinah, beliau saw. melakukan puasa tersebut dan memerintahkan manusia untuk melakukannya. Namun tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau meninggalkan puasa âAsyura. Lalu beliau mengatakan Barangsiapa yang mau, silakan berpuasa. Barangsiapa yang mau, silakan meninggalkannya tidak berpuasa.â15 Bukan hanya suku Quraiys, umat Yahudi Madinah pun juga berpuasa Asyuraâ. Mereka meyakini pada bulan ini Allah menyelamatkan Nabi Musa dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Karena itu kemudian mereka memuliakan dan menetapkan tanggal 10 Muharram/Asyuraâ untuk berpuasa sebagai wujud syukur atas pertolongan Allah tersebut. îŽî î°î î®î î î¯îš î°î î î·î¬ îŽî î®î î î î®î î®î
î¶î î®îîî î°îš î®î î îŸî î°î
î®î î¯î î îîš î°î î îŽî î
îŽîŒ î®î î îîš î°î × î î°îš î®î î î·î¬ îŽî î î®î
îŽî î°î î¶î î × î î¯î îª î·î î¿î î îî®îî®î
î¶îî®îîî¯î·îî®î
îîŸî¯îîîî®îî®î
î¶îî®îîîŽî©îîî×îŽîî®îîî×îî®î¶îŽîî¿îîîî¶îî¿îîî®î§îîî®îî®î¹îîŽî©î°î
î¿îî®îîî¯î©îîî×îî«îîî®î±îî¶î¬îŽîî¶îî×îî¶î·î¿î î î î®î î¯î î°î î®î î î¯î© îî î × î î®î¬îŽî° î®î¥ î îŸî§ î î¶î î®î î îîš î°î × î î°îš î®î î îŽî© î
îŽî î¿îîî°î§î¯îî®îî®îî®î¹îî¿îî®îîîª î¯î îª î¯îž î®îîî®îµîîî®î³î®îîîî¿îî®î¹îî«î®îîªî¯îîîŽî©î
îŽîîî¯î©îîî×îî«î¶îî®îîî²î¶î°îªî®îîî®îªî¯îî®î¹îî²î§î
îŽî»î®îî î²î¶î°îª î®î î × î®î î®î î × îª îî îî¿î¿ î¿î î î®î ×î®î¥ îª î¯î î î®îî î¬ îŽî î°îŒî®î î î î±îî°îªî®î î î®î·îŽî© îŽî î î®î
îŽîž îŽî î î®î î®î î¿î î®î¹ î î¯î© î®î î î®îž î¿î î î°î§ î¯î î°î îŽî î î« î®î îª î¯î îŽî î î« î¿î î°î¹ î¿î î î î®î î¿î î î®îµîî¿î¿î¿îîîŽî©îîîŽîî×î±îîîî¯îîî«î®îîªî¯îîî®î¶îî®îžî¿îîî®î·î°îªî®îî°îîŽî Dari Ibn Abbas ra. bahwa Nabi saw. ketika datang ke Madinah, mendapatkan orang Yahudi berpuasa satu hari, yaitu Asyuraa 10 Muharram. Mereka berkata, â Ini adalah hari yang agung yaitu hari Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan keluarga Firaun. Maka Nabi Musa as berpuasa sebagai bukti syukur kepada Allah. Rasul saw. berkata, âSaya lebih berhak mengikuti Musa as. dari mereka.â Maka beliau berpuasa dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa.â16 Selain tradisi yang terkait dengan ritus, Islam juga banyak melakukan adopsi hukum-hukum baik pidana maupun perdata. Nikah, misalnya, dalam tradisi Arab pra-Islam merupakan lembaga yang sah untuk menyatukan laki-15 Al-Bukha>ri>, S}ahi>h al-Bukha>ri>, No. 1863 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 16 Al-Bukha>ri>, S}ahi>h al-Bukha>ri>, No. 3145 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 196 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 laki dan perempuan dalam ikatan keluarga. Banyak ragam pernikahan yang telah menjadi tradisi masyarakat Arab, seperti perkawinan mutâah,17 al-syighar,18 al-tah}li>l,19 dan lain sebagainya. Namun beberapa model perkawinan ini ditolak oleh Nabi baca Islam karena tidak sejalan dengan nilai-nilai kehormatan wanita. Sebagaimana diriwayatkan Al-Bukha>ri> dan Muslim dalam kitab S}}ahi>h-nya, bahwa Nabi melarang pernikahan al-syighar. î¯î î®î¥î î¶î· î¿î î î î®îî¯î î°î î®îî î¯î© îî î ×î î®î¬ îŽî° î®î¥ î î®î î®î î¯î î îîš î°î ×î î°îš î®î î îŸî¡ îŽî îî®î î î°îš î®îîîœî¥îŽîîî®îîîî®îî®îî®îî°îî¿îîî®î£î¯îîªî¯îîî¯îšî°îîîŽî©îîî×îî¯îî°îî®îîîî®îî®î
î¶îî®îîî®îµîªî®îœ îºî· î × î®î¹ î îî¥ î î®îœ îºî· î × î î°îš î®î î î« î®î î®î î î®î§ îî î®î î®î¹ î îŽî© î°î
î¿î î®î î î¯î© îî î × î î« îî î®î± î îŽî© îîî×î î¯î© î®î îºî¹ î®î î¯î î î°î·î¿î î î«î¿î î®î î î¯î©î®î î®îî°î× î î¯îŠ î¯î î¶î î× î î®î îºî¹ î®î î¯î î î°î· î¿î î î¯î¥ îî²î³×î®îî®î±îîî®îî¯îî®îî°î
î®îîî®îî°î
î¿îîî¯î©î®îî®îî°î×îî¯îî®îîîî× Dari Nafiâ, dari Ibn Umar, bahwa Rasulullah saw. melarang pernikahan syighar, yakni pernikahan di mana seorang laki-laki mengawinkan anak perempuannya kepada seorang laki-laki, dengan imbalan laki-laki itu memberikan pula anak perempuannya dan tidak ada mahar di antara × î î°îšî®î î îŸî¡ îŽî îî®î î î°îš î®î î î®î îª î·î î¿î î î°îšî®î î î²î î®î î°îŒ î®îî î î®î î®î î®î î°î î¿î î îî³ × î¶îŠ î¶î î × îî¯îî°îî®îîîî®îî®î
î¶îî®îîîŸî¡îŽî×î®î¥îî¯îšî°îîî¯îî¶îî®îî¯îîî¬îŽîî®î
î¶îî®îîî¹îîîšî°îîî¶îî¿îî°îîîîî×îî¬îŽîîî®î¥îî®îœîŽîîîî¿îîî®îµîî¿îîî®î§îîî®îî®î¹îîŽî©î°î
î¿îî®îîî¯î©îîî×îî«îîî®î±îî¶î¬îŽîî¶îî×îî¶î·î¿îîî®îî®îî¯î Dari Ibnu Umar, bahwa Nabi saw. bersabda âTidak ada pernikahan syigar dalam Islam.â21 17 Yaitu pernikahan yang dalam akad ditetapkan masa berlakunya untuk waktu tertentu kontrak. 18 Yaitu seorang laki-laki mengawinkan anak perempuannya atau saudara perempuannya dengan laki-laki lain tanpa menerima mahar, tetapi dengan imbalan laki-laki itu memberikan pula anak perempuan atau saudara perempuannya tukar-menukar anak atau saudara perempuan. 19 Yaitu suatu perkawinan antara laki-laki dan wanita yang telah ditalak tiga oleh suaminya dengan tujuan untuk menghalalkan kembali pernikahan antara wanita dengan bekas suaminya setelah dia ditalak oleh suaminya yang kedua. 20 Al-Bukha>ri>, S}h}ahi>h al-Bukha>ri>, No. 4720 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 21 Muslim, S}ah}i>h Muslim, No. 2539 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 197 Begitu pun dengan pernikahan al-tah}li>l dan mutâah Nabi secara tegas juga melarangnya. Beliau berkata îî îŽî î î°îš î®î î î®î¶ × î®î î°î î®î¹ î îîš î°î î î¿î î®î î¿î î®î î î°îš î®îî îŸî îŽî î î®î± î îîš î°î î î¿î î®îŒ î°î î®îŠ î î°îš î®î î îŸî îŽî î î®î î îª î¯î î¿î î î î®î î®î
î¶î î®î î îŸî¥ î î¶î· î®î î î¯îš î°î î î¯î î¶î î®î î¯î î î î®î î®î
î¶î î®îîî¿îî®îîîî®î î¯î îî × î î®î§ îî î®î î®î¹ î îŽî© î°î
î¿î î®î î î¯î© îî î × î î« îî î®î± î îŽî© îî î × î î¯îµ îª î¯î î®î¥ î î®îš î®îŒ î¿î î î®îµ îî¿îîîŸî§îî¶îî®îîîîšî°î×îî°îšî®îî¯î©î¿îîî®îŠîîî®îî¯îîî×î®î¹îî®îŠîŽî Dari I bn A bbas, dia berka ta b ah wa R asu lu lla h sa w Rasulullah melaknat muhallil dan muhlallal ×îî¬îŽîî®î
î¶îî®îîî®îî®îî¯îîî¯îšî°îîîîîîîî®îŒîî×îî¯îî°îî®îîîî®îî®î
î¶îî®îîî¬îŽîî¿îîîî®îî®î
î¶îî®îîîŸîî°î
î®îî¯îîîîšî°îîîŽî©îîî×îîŽîî°îî®îîî¯îšî°îîî¯îî¶îî®îî¯îîîî®îî®î
î¶îî®îî
îŽîî¶îîîî¯îšî°îîî¯î¡î®î î î®îµ î î¿î¿ î¿î î î®î§ îî î®î î®î¹ î îŽî© î°î
î¿î î®î î î¯î© îî î × î î« îî î®î± î îŽî© îî î × î îîµ îª î¯î î®î¥ î î®î¡ î®î î î®î· î î¿î î î¯î© î¶î î¿î î î¯î© î®î
î¶î î®î î î¯îž î î®î î¿î î î¶î· î¿î î î·î¬ îŽî î®î î¯î îî × î î¿î î®î î°î î®îîîî®îî·îî¿îîîîŽîî®î€îî®î¶î¶îî®îîî°îî¿îîî®î©îîî×îî¶î·îîî®î¹îîŽîîî®îîºîî×îî°îšîŽîîîîîî®îî°îîŽîî°îîîŽî×îî¬îŽîîî°î§îîî¿îîî¯îî°îîŽî€î¿îîî¯îî°îîîîî°îî¿îîî¬îºîîîîî¯î§îî¶îî×îîî¶î°îªî®îîî«î¿îîîîî¿î¥îî±îî°î
î®îîî¶îšî¯îîªî¯îî¯îî°î
î®îîîîî¶îîŽîî×î¹î¯îî¯îîîî®îîîî¿îî®î¹îî¯î©î¿îî
îŽîî®îîîºîŠî®îî¯î
îîî¿îîî²îî°î¬î®îîî¶îšî¯îî°îîŽîîî¯îžî®îî°îîŽîîî®î·îî¿îîî°îšî®îî¿îîîŽîî®îîî®î
îŽî¿îî× âŠMenceritakan kepadaku al-Rubaiâ Ibn Sairah al-Juhani bahwa ayahnya telah bercerita kepadanya bahwa dia bersama Rasulullah, kemudian beliau bersabda âHai manusia, sesungguhnya saya pernah mengizinkan kamu sekalian untuk mengawini wanita secara mutâah. Dan sesungguhnya Allah telah mengharamkan hal itu nikah mutâah sampai hari kiamat. Barang siapa yang saat ini ada dari kalangan para istrinya yang dikawini secara mutâah maka hendaklah dibatalkan akadnya. Janganlah kamu sekalian mengambil kembali apa yang telah kamu berikan kepada mereka para istri yang telah kamu kawini secara mutâah itu.â23 Di antara model nikah masyarakat Arab pra Islam yang diterima dan kemudian dilanjutkan adalah nikah baâulah. Yakni, model pernikahan yang diawali oleh pihak laki-laki mengajukan pinangan terlebih dahulu yang biasanya dilakukan oleh ayahnya sendiri, pamannya, kakaknya atau boleh langsung dilakukan oleh calon mempelai. Pada saat nikah kemudian disyaratkan ada pernyataan ijab dan qabul. Pada saat pelaksanaan ikah mas kawin merupakan persyaratan yang mutlak harus ada. Setelah terjadi pernikahan, suami bertanggungjawab untuk pengadaan rumah serta 22 Ibn Ma>jah, Sunan Ibn Ma>jah, No. 1924 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 23 Muslim, S}ah}i>h Muslim, No. 2502 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 198 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 kebutuhan hidup lainnya. Kalau kelak memiliki keturunan, maka keturunan itu harus dinisbatkan kepada Disamping tadisi ritus dan pranata sosial, tradisi kultural yang tidak kalah mendapat perhatian Nabi adalah tradisi menggubah syair. Jamak diketahui, masyarakat Arab pra Islam adalah masyarakat yang kental akan tradisi syair-menyair. Syair pada masa Arab jahiliyah mempunyai tempat yang tinggi. Dengan syair orang arab biasanya menyampaikan ide-idenya. Bahkan tak sedikit dari mereka yang menjadikan syair sebagai mata pencaharian untuk mendapatkan kekayaan yang berlimpah. Rasulullah Muhammad, yang notabene adalah bagian dari masyarakat Arab itu sendiri pernah mengkritik terkait persoalan syair ini. Seperti dalam sebuah hadis riwayat al-Bukhari, beliau menyatakan bahwa lebih baik mulut seseorang itu penuh dengan nanah ketimbang penuh dengan puisi. î î°îš î®î î î î®î î¯î î°î î®î î î¯î© îî î × î î®î¬ îŽî° î®î¥ î î®î î®î î¯î î îîš î°î× î î°îš î®î î îŸî§ îŽî î î®î î î°îš î®î î îîî¿î î¿î» î°î î®î î î î®î î®î î®î î°î î¿î î î« î®î îª î¯î î î¯îš î°î î îŽî© îî î × î î¯î î°î
î®î î¯î î î î®î î®î
î¶î î®îîŽî î®î î°î î®î î î°î· î¿î î î°îš îŽî î î¯î© î¿î î î²î î°î
î®î î î î±î î°î
î¿î î î°î§ îî îŽî î®î î¿î î î¯î² î°îª î®î î î®î îŽî î®î î°îî®îîî°î·î¿îî¿îîî®îµîî¿îîî®î§îîî®îî®î¹îîŽî©î°î
î¿îî®îîî¯î©îîî×îî«îîî®î±îîºî¬îŽîî¶îî×î°îŒ îŽî î î®î×î±î Dari Ibn Umar dari Rasulullah saw, beliau bersabda âLebih baik mulutmu diisi nanah daripada diisi syair puisi.25 Kritik atau pelarangan Nabi atas syair dalam hadis ini menurut Syuhudi Ismail sebenarnya lebih karena sebuah respon atas sebuah kasus yang menimpa Nabi. Secara historis asbab al-wurud hadis ini terkait dengan suatu peristiwa perjalanan Nabi ketika dirinya ada di kota al-Aâraj, sekitar 78 mil dari Madinah. Kota itu merupakan tempat pertemuan berbagai jurusan. Berbagai budaya, antara lain yang berupa syair bertemu di kota ini. Kemudian, Tiba-tiba di hadapan Rasulullah, ada seseorang yang mende-klamasikan sebuah syair. Menurut al-Nawawi, syair yang dideklamasikan itu kemungkinan isinya tidak sopan asusila, atau mungkin penyairnya orang kafir. Karenanya Nabi menyatakan celaan terhadap syair sebagaimana termaktub dalam sabdanya di atas. Oleh karena itu, pelarangan Nabi 24 Abu Hapsin, âIslam Dan Budaya Lokal Ketegangan antara Problem Pendekatan dan Kearifan Lokal Masyarakat Jawaâ dalam http// 25 Al-Bukha>ri>, S}}ahi>h al-Bukha>ri>, No. 5688 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 199 terhadap syair dalam konteks ini adalah lebih bersifat responsif terhadap hal yang temporal bukan pelarangan yang bersifat Sebab sejatinya, Nabi sendiri merupakan sosok manusia yang mencintai seni dan menggemari syair. Bahkan, beliau mendorong sahabatnya untuk menyusun dan melantunkan syair. Beliau bangga kalau syair digunakan sebagi alat dakwah dan membuka ajaran Islam. Hal ini dilmaksudkan agar umat Islam mendapat motivasi dan semangat tinggi dalam menjalankan tugas sucinya, berjihad. Seperti dalam sebuah hadis riwayat Ahmad Ibn Hanbal Nabi menyatakan bahwa orang mukmin berjihad dengan pedang dan lisannya. î¶î î®îî°î î îŽî© îî î ×î îŽî î°î î®î î î¯îšî°î î îîš î®î î°î î¶î î × î î¯îî°î î®î î î¬ îŽî î®î
î¶î î®î î î®îµ î î¿î î îºî»îî î°î î·î î × î îîš î®î î î²î î°î
î®îŒ î¯î î î î®î î®î î®î î°î î¿î î î®îµ î î¿î î îî· î î®î î®î
îî × î îª î¯î î¿î î î î®î î®î
îîîšîî«î®îî¿îîî®îµî®îî°îî¿îîîî®îîîîî°îŒîºî·î×îî¬îŽîîî«î¿îîî®îŒî®îî®î¹îî¿îŽî®î¥îî®îî®îîî¯î©îîî×îî®îµî®î î°î î¿î î î®î® îŽî î îµî¥ îŽî î î®î î î®îš î°î î î®î î°îŒ î¿î î î¶î· î¿î î îµî¥ îŽî î î®î î îîš î°î î îŽî î°îŒ î¿îî¶î î ×î°îîŽîî®îîî°îî¿îîîî®îîîîî°îŒîºî·î×îî¬îŽîîî®îµî®îî°îî¿îîî°îî¿îîî«î¿îîî®îŒî®îî®î¹îî¿îŽî®î¥îî®îî®îî î®î© îî î × î î¶î· îî î î®îµ î î¿î¿ î¿î î î®î§ îî î®î î®î¹ î îŽî© î°î
î¿î î®î î î¯î© îî î × î î« îî î®î± î î¶î¬ îŽîîî®îîŽî© îŽî î î®î îŽî î®î¹ î îŽî© îŽîŸ î°î
î®î îŽî î î¯î îŽî î î®î î¯î î î®îš îŽî î°î î¯î îî × î î¶î· îî î î®î§ îî î®î î®î¹ î îŽî© î°î
î¿îî®îîî¯î©îîî×îî«îîî®î±îî·î¬îŽîî¶îî×îî®îµîî¿î¿î¿îîîŽî©î
îŽîîîºî®îî®îîî®î£î°î
î¿îî®î¹ Menceritakan kepadaku Abd al-Rahman Ibn Abdillah Ibn Kaâab, sesungguhnya Kaâab Ibn Malik ketika Allah menurunkan ayat 69 dari surat Yasin27 tentang syiâir kemudian Nabi datang dan bersabda âSesungguhnya Allah menurunkan ayat tentang syiâir yang sungguh telah kalian ketahui dan lihat. kemudian Nabi juga bersabda Bahwasannya orang mukmin berjihad dengan pedang dan lisannya.â28 Ibnu Hajar dalah kitab syarah-nya menceritakan bahwa pada satu waktu Nabi pernah mendengarkan sahabatnya mendendangkan sebuah syair dan cerita jahiliah. Tetapi, beliau membiarkannya dan hanya tersenyum saja. Cerita Ibn Hajar ini salah satunya bisa ditemukan dalam hadis riwayat al-Tirmizi berikut ini. 26 Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual Jakarta Bulan Bintang, 1994, hlm. 60-61. 27 î²î® îŽî î¯î î î²î· î î°î îî î®î¹ î î²î îî îŽî€ î îŽ îî î î®îª î¯î î î°î· îî î î¯î© î¿î î î¬ îŽîœ î®î î°î î®î î î î®î î®î¹ î î®î î°îŒ î³îŽî·î×îî¯îžîî®îî°îîîî®îîîî®îî®î¹ 28 Ah}mad ibn H}anbal, Musnad Ah}mad, No. 15225 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 200 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 î®î î îîš î°î î îî îŽî î î®î î î°îš î®îî îµîŽ î î®î îŽî î î°îš î®î î îœî¥ î îî î®îî î î®î î®î î®î î°î î¿î î îŸî î°î î¯î î î¯îšî°îîî·î¬îŽîî®îîîî®îî®î
î¶îî®îî î« îî î®î± î î¶î¬ îŽî î¶î î × î î¯î î°î î¿î î î®î î î®îµ î î¿î î î¿î î®î î¯îî®î
î°îî¿î î î®î· î¹ î¯î î¿î × î®î î®îî®î î®î¹ î î®îî°îŒ îºî· î× î î®î· î¹î¯î î®î îî®î î®î î®î î î¯î©î¯î î î®î î°î±î¿î î î®î·î î¿î î¿î î îµî î¶î î®î î îŽî î®î¯ î îŽî î î°îš îŽî î î®î î®î îî î¿î î î®î§ îî î®î î®î¹ î îŽî© î°î
î¿î î®î î î¯î© îî î ×îîîî°îî¿îîî°îšîŽîîî®îîî°î§ î¯î î®îŒ î®î î î®î§ î¶î î®î î®î î î î®î î¶î î¯î î¿î î î²î îŽî î î®î î î®îª î¯î î®î¹ î îŽî î¶î
îŽî îŽî î î®î îî × Dari Jabir Ibn Samrah, dia berkata saya duduk bersama Rasulullah lebih dari seratus kali. suatu kali ada di antara sahabat-sahabatnya saling membaca syair dan saling membicarakan hal-hal tentang cerita-cerita jahiliyah. Tetapi Nabi diam saja serta sesekali tersenyum bersama mereka.â29 Bahkan dalam hadis yang lain diceritakan bahwa Nabi tidak hanya tersenyum, tetapi ia juga mengatakan bahwa di dalam syair ada hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya. î¶î·î¿îîîîšî®îî°îî¶îî×îîŽîî°îî®îîî¯îšî°îîîîîîî®îîîªî¯îî¿îîî¬îŽîî®îî®îî°îî¿îîî®îµîî¿îîîºî»îîî°î î·î î × î î°îš î®î î î²î î°î
î®îŒ î¯î î î î®î î®î î®î î°î î¿î î îî· î î®î î®î
îî × î îª î¯î î¿î î î î®î î®î
î¶î î®îîî°î î î¶î¬î®î îî î î¶î·î¿î î î¯îžî®î î®î î°î î¿î î î®î îªî¯îœ î®î î îŽîî°îî®î î îîš î°î î îŽî£ î®îªî°î î¿î îî × î î®îšî°î î îîš î®îî°î î¶î î ×î î®î î°î î®îî î¶î· î¿î î î¯îžî®î î®î î°î î¿î î îî§ î¿î î®î îî × î î®îš î°î î î®î· × î®î¹ î°îî®îîî®îšîîµîî°îŒî¿îîŒîî®îîîîŽîîîîî°îŒîºî·î×îî°îšîŽîîî¶î·îîîî®îµîî¿îîî®î§îîî®îî®î¹îîŽî©î°î
î¿îî®îîî¯î©îîî×îî«îîî®î± î îŽî© îî î × î î®îµ îª î¯î î®î¥ î î¶î· î¿î î î¯îž î®î î®î î°î î¿î Sesungguhnya Ubay Ibn Kaâab memberitakan bahwa Rasulullah saw. bersabda âSesungguhnya sebagian dari syair itu adalah hikmah.â30 Berbagai interaksi Nabi ini cukup membuktikan bahwa ketika dia bergumul dengan tradisi kultural Arab yang melingkupinya mencoba melakukan dialog yang searif mungkin. Terkadang beliau menolak, tetapi tidak sedikit pula yang beliau terima walau tak jarang juga ada modifikasi-modifikasi tertentu. Semua ini menjadi arti bahwa kehadiran Muhammad sebagai Nabi merupakan respon terhadap situasi sosial masyarakat Arab dalam rangka berdialektika dengan aneka budayanya. Tidak dalam rangka mendekontruksinya. D. Simpulan Agama dan kebudayaan secara ontologism berbeda. Agama seperti yang diyakini oleh pemeluknya berasal dari Tuhan, sedangkan kebudayaan 29 Al-Tirmiz\i>, Sunan al-Tirmiz\i>, No. 2777 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 30 Al-Bukha>ri>, S}}ahi>h al-Bukha>ri>, No. 5679 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 201 berasal dan berpangkal pada manusia. Sungguhpun demikian, agama dan kebudayaan tidak bisa dilepaskan dari manusia. Agama diturunkan untuk manusia sebagai pedoman moral dan petunjuk tujuan hidup yang sebenarnya. Untuk itu diperlukan pemahaman dan penafsiran manusia terhadap agama dalam menjalani kehidupannya dan kebudayaannya. Pemahaman dan penafsiran ini secara sempurna dicontohkan oleh Nabi ketika dirinya berdialektika dengan tradisi kultural lokal Arab. Mulai dari ritus keagamaan, interaksi sosial, hingga hukum perdatata dan pidana diarifi dengan searif mungkin. Kalau tradisi tersebut dinilai bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan, maka Nabi akan menolaknya. Tetapi bila tidak, Nabi akan menerima dan bahkan terus mentradisikannya. Daftar Pustaka Abdul Haq dkk., Formulasi Nalar Fiqih, Telaah Kaidah fiqih Konseptual. Surabaya Khalista. 2009. Az-Zuhaili, Wahbah. Ushul Fiqh al-Islami. Beirut Dar al-Fikr, 1986. Bizawie, Zainul Milal. âDialektikaTradisi Kultural Pijakan Historis dan Antropologis Pribumisasi Islamâ dalam Jurnal Tashwirul Afkar, No. 14 Tahun 2003. CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. Ghanim, Shalih ibn. Al-Qawaid al-Kubra. Riyadl Dar Belensiah, tt. Hapsin, Abu âIslam Dan Budaya Lokal Ketegangan antara Problem Pendekatan dan Kearifan Lokal Masyarakat Jawaâ dalam http// Hasan, M. Tholhah. Ahlussunnah Wal-Jamaâah Dalam Persepsi dan Tradisi NU. Jakarta Lantabora Press, 2006. Ismail, Syuhudi Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual. Jakarta Bulan Bintang, 1994. Khallaf, Abdul Wahhab. Kaidah-kaidah Hukum Islam, vol. I. Bandung Risalah, 1985. 202 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 Muâizzuddin, Mochammad. âKontribusi Dialek Quraisy Dan Dialek Tamim Terhadap Bahasa Arab Fushha Kajian Sosio-Psikolinguistikâ dalam http// Wahid, Abdurrahman. Islamku, Islam Anda, Islam Kita Agama Masyarakat Negara Demokrasi. Jakarta The Wahid Institute, 2006. ... Akibatnya proses inkulturasi dan akulturasi tradisi Arab pra-Islam dengan tradisi Islam dianggap sebagai fakta sejarah yang tidak penting untuk dikaji. 9 Umar bin Khattab, sebagaimana yang dikutip dari Abu Hapsin mengatakan bahwa Arab adalah bahan baku Islam. Artinya, tradisi pra-Islam telah banyak diadopsi dan kemudian diintegrasikan menjadi bagian dari Islam yang baik dan terkait dengan ritual, sosio-kemasyarakatan, politik, ekonomi, hukum dan lain sebagainya. ...Rino ArdiansyahTulisan ini bertujuan untuk menguraikan pandangan sunnah yang berasal dari tradisi masyarakat Pra-Islam sampai kepada pasca-Imam asy-Syâfîâi. Peralihan perkembangan definisi sunnah yang terjadi pasca kemunculan Islam, terjadi kare3na perubahan contoh serta pelembagaan yang ditiru masyarakat Arab pasca-Islam. Meskipun terjadi peralihan contoh dari fase sebelumnya, akan tetapi ada beberapa tradisi masyarakat Arab pra-Islam yang tetap di adopsi dan contoh oleh Nabi Saw. Sunnah kemudian bertranformasi menjadi ijtihad para sahabat. Fase ini yang kemudian menyebabkan sunnah menjadi rujukan kreatif pada masa setelahnya. âsunnah yang hidup" kemudian muncul sebagai slogan yang di promosikan oleh pemikiran para Imam madzhab awal. Mereka merujuk kepada tradisi yang di verifikasi secara turun menurun dari masa sahabat. Kelemahannya, mereka mengabaikan hadis Ahad yang kemudian di kritisi langsung oleh Imam asy-Syâfîâi. Menurut pemikiran SyâfîâI, sunnah yang hidup merupakan sunnah yang datangnya dari Nabi Saw. bukan sebuah hasil dari Ijtihad. Dalam tulisan ini, asy-SyâfîâI juga menguraikan jawaban atas tuduhannya terhadap pengabaian hadis-hadis Ahad. Sehingga pada periode setelahnya sunnah tidak lagi diperdebatkan seperti yang telah terjadi pada masa MunawirMustaâin MustaâinProphet Mohammedâs interpersonal communication is an appealing topic to study not only the way the communication is conveyed but also the effectiveness of the communication. Though his assignment as a messenger of God was relatively short, around 23 years, he was able to communicate his Islamic messages teachings to the Arab community successfully. He turned the Arabs from rejecting and confronting Islam into accepting and defending it. There are factors contributing to this success, and one of them is his interpersonal communication skill. This study attempts to describe Mohammedâs interpersonal communication through a deep investigation into dialogic prophetic traditions hadith. This study employs a descriptive-inferential method and a subjective communicative approach. The theory used in this study is that of interpersonal communication. The findings reveal five qualities supporting the effectiveness of Mohammadâs interpersonal communication in his dialogic hadiths. They are openness, empathy, supportive attitudes, positive attitudes, and equality. Ahmad Agis MubarokThis article focused on studying the socio-political history of Arabia from Roman-Persian hegemony to the rise of Islamic Arabs. The study was motivated by the historical disintegration developed among academics. History was understood in a variety of ways without clear accentuation of the developing storyline. Previous studies did not explain in detail about the social-political history of Arabia. In this way, it was necessary to re-emerge Arab social-political history with different perspectives, methods and systematic discussion, so that it was interesting to read. In this article, the author used the method of biographical and bibliographic history, a method that analyzed the nature, character, and influence of a civilization to then, it was interpretd and generalized the historical facts that surround it. The data sources were obtained from books on Arab and Islamic history, such as the book History of the Arabs by Philip K. Hitti, Ali Jawwad's Arabic History before Islam, Sirah Nabawiyah by al-Buthy, History of the Islamic Society by Hamka. The results indicated that the Arabs had a hard character, independent, solidarity, and royality towards their groups. Arab social-political atmosphere were colored by political intrigue over the struggle for influence between the three major powers of the world at that time, namely Roman, Persian, and South Arabian kingdoms under the rule of the Himyar dynasty. The rise of Arabia was marked by the birth of Islam in Hijaz. Arabic when Islam was born had great influence and civilization in the economic, social, political, cultural and scientific fields. Keyword Socio-Political, Roman-Persian, Arab NationMOCHAMMAD MU'IZZUDDINKelahiran bahasa Arab fushha di jazirah Arab tidak tidak bisa dilepaskan dari dialek-dialek yang telah berkembang semenjak pada masa pra-Islam masa jahili. Diantara dialek yang dianggap ikut andil besar terciptanya bahasa Arab Fushha, menurut beberapa linguis Arab dalam kajian dialek-dialek bangsa Arab, adalah dialek Quraisy dan dialek ini berusaha untuk mengungkap kontribusi dialek Quraisy dan dialek Tamim terhadap kelahiran dan perkembangan bahasa Arab fushha. Selain akan dibahas tentang perbedaan kedua dialek tersebut dalam memberikan kontribusi terhadap kelahiran bahasa Arab fushha, tulisan ini juga mengekplorasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan Quraisy yang berasal dari kabilah Quraisy yang menduduki kota Mekah dan telah mendapatkan tempat yang utama di antara dialek-dialek Arab Utara, merupakan kontributor utama kelahiran bahasa Arab Fushha melalui bahasa al-naqsy dan sastra jahili. Sedangkan dialek Tamim yang berasal dari kabilah Bani Tamim yang dinisbatkan kepada Tamim bin Mur bin Adbin Tharikhah bin Ilyas bin Mudlar bin Nazar bin Ma'ad bin Adnan memberikan kontribusi melalui bentuk suara fononologi, bentuk kata, dan bentuk umumnya, para linguis sepakat bahwa dialek Quraisy memberikan kontribusi lebih besar dari pada dialek Tamim dalam pembentukan Arab fushha. Hal itu disebabkan oleh beberapa keunggulan yang dimiliki kabilah Quraisy, yakni kekuasaan agama, kekuatan perekonomian, kekuatan politik, dan kekuatan Haq DkkAbdul Haq dkk., Formulasi Nalar Fiqih, Telaah Kaidah fiqih Konseptual. Surabaya Khalista. Fiqh al-Islami. Beirut Dar al-FikrWahbah Az-ZuhailiAz-Zuhaili, Wahbah. Ushul Fiqh al-Islami. Beirut Dar al-Fikr, Kultural Pijakan Historis dan Antropologis Pribumisasi IslamZainul BizawieMilalBizawie, Zainul Milal. "DialektikaTradisi Kultural Pijakan Historis dan Antropologis Pribumisasi Islam" dalam Jurnal Tashwirul Afkar, No. 14 Tahun al-Kubra. Riyadl Dar Belensiah, ttShalih GhanimIbnGhanim, Shalih ibn. Al-Qawaid al-Kubra. Riyadl Dar Belensiah, Wal-Jama'ah Dalam Persepsi dan Tradisi NUM HasanTholhahHasan, M. Tholhah. Ahlussunnah Wal-Jama'ah Dalam Persepsi dan Tradisi NU. Jakarta Lantabora Press, Hukum IslamAbdul KhallafWahhabKhallaf, Abdul Wahhab. Kaidah-kaidah Hukum Islam, vol. I. Bandung Risalah, Dan Budaya Lokal Ketegangan antara Problem Pendekatan dan Kearifan Lokal Masyarakat Jawa" dalamAbu HapsinHapsin, Abu "Islam Dan Budaya Lokal Ketegangan antara Problem Pendekatan dan Kearifan Lokal Masyarakat Jawa" dalam http//
HADISTTENTANG NABI KHIDIR (1) - April 01, 2013. Pendahuluan. Banyak kisah-kisah tentang Nabi Khidir yang ramai dibicarakan orang, banyak kontroversi tentang kemunculannya, sehingga hal itu mendorong rasa ingin tahu tentang hakikat sebenarnya. Ada yang menyatakan Nabi Khidir masih hidup, adapula yang menyatakan Khidir sekarang berdiam
ArticlePDF Available AbstractPerkataan Nabi Muhammad tidak bisa dipisahkan dengan konteks situasi yang dihadapinya. Konteks tersebut bisa jadi situasi sosial, politik, ekonomi dan budaya. Terdapat beberapa hadis yang harus dipahami dengan mempertimbangkan konteks sosio-kultural lokal Arab. Paper ini akan membahas tentang dialektika hadis dengan budaya lokal Arab. Dengan menggunakan pendekatan kontekstual, bisa disimpulkan bahwa terdapat hadis-hadis yang berlaku universal di samping juga terdapat hadis-hadis yang hanya berlaku temporal dan tentatif. Hadis-hadis temporal dan tentatif ini direkomendasikan untuk ditafsirkan ulang daripada langsung diterima dan digunakan sebagai sebuah aturan yang final. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. A preview of the PDF is not available Rozian KarnediUnderstanding of IsbÄl Hadiths in a Sociological Perspective This study aims to further analyze the differences among Muslims in understanding the isbÄl hadith focused on two questions. First, whether the isbÄl prohibition contained in various pure hadiths is religious normativity or sociological reasons for particular interests. Second, how is the best way to understand the isbÄl hadith prohibition. The study of this issue uses a sociological approach and thematic correlative methods. The study results found that the hadiths that prohibit isbÄl are tasyri'iyyah hadith legal /normative, but the law is not universal but conditional. It happens because the emergence of the hadiths prohibiting isbÄl is inseparable from the sociological factor at that time, which was a form of rejection of the Prophet Muhammad PBUH against the jahiliyyah culture. The correlative study of the hadith found that 'illat prohibiting isbÄl is khuyyala' arrogance. The proper understanding of this hadith is a contextual understanding using the rules of ushul fiqh yadÅ«rul ឥukmi ma'a al-'illah wujÅ«dan wa'adaman the application of the law is closely related to the presence or absence of 'illat. The prohibition isbÄl aimed specially for people who do it because of their arrogance, not to people who do it without their arroganceMahbub Ghozali Achmad Yafik MursyidUsing ideology in interpretation has become a major problem since the codification of interpretation. This kind of interpretation model emphasizes the meaning leads to a certain ideology to expand the range of understanding through publications. This was done by Hassan in his work, Tafsir al-Furqan, who made it as a medium of da'wah to spread Persis's belief about Islam. This study aims to find the ideological narrative in Hassan's interpretation. This study uses a qualitative method with content analysis as a data analysis tool to achieve this goal. This study finds that Hassan's efforts to provide a normative understanding of Islam with purification efforts start from positioning the Qur'an as the main guide that eliminates all existence of previous traditions. With this argument, all forms of tradition preservation and knowledge development cannot be the basis for forming a new religious practice that is not found in the Qur'an. Muslims must fully adhere to the Qur'an as the basis of Persis al-Bukhari Hadis No. 1865Al-BukhariN ImamAl-Bukhari, Imam. "Shahih al-Bukhari Hadis No. 1865." CD alMakktab al-Syamilah al-Isdar al-Maktab al-SyamilahAbdul Al-UbbadMuhsinAl-Ubbad, Abdul Muhsin. "Syarah Sunan Abi Daud." Software al-Maktab al-Syariah al-Islamiyyah. Ardan Dar al-NafaisMuhammad AsyurAsyur, Muhammad Thahir bin. 2001. Maqashid al-Syariah al-Islamiyyah. Ardan Dar untuk Pemula TerjJasser AudahAudah, Jasser. 2013. Al-Maqashid untuk Pemula Terj. Edited by Ali Abdelmon'im. Yogyakarta SUKA Ma'anil Hadis Paradigma InterkoneksiAbdul MustaqimMustaqim, Abdul. 2008. Ilmu Ma'anil Hadis Paradigma Interkoneksi. Yogyakarta Idea al-Quran, Model Dialektika Wahyu dan BudayaAli SodiqinSodiqin, Ali. 2008. Antropologi al-Quran, Model Dialektika Wahyu dan Budaya. Yogyakarta Arruz Media al-Bukhari Hadis No. 1865Imam N Al-BukhariAl-Bukhari, Imam. "Shahih al-Bukhari Hadis No. 1865." CD al-Makktab al-Syamilah al-Isdar publicationsDiscover more about ArabsKontribusi Islam terhadap Sejarah Perkembangan AdministrasiMarch 2015 EFISIENSI - KAJIAN ILMU ADMINISTRASIDjihad HisyamSejarah perkembangan administrasi pada fase sejarah dari tahun pertama masehi sampai dengan tahun 1886 dinyatakan sebagai abad gelap, tidak banyak hal yang dapat dicatat. Pendapat tersebut dipandang sebagai pernyataan yang tidak fair, sebab dunia Barat sama sekali tidak menengok pada dunia timur dengan kehadiran Muhammad, temyata mampu membuat perubahan dan mampu membuat peradaban dunia. ... [Show full abstract] Kehadiran Muhammad di tengah-tengah masyarakat Jahiliyah Arab mampu mengubah tatan nilai yang dapat mengangkat masyarakat Arab menjadi masyarakat yang berkeadaban dan bermartabat. Sumber-sumber administrasi Islam bertumpu pada syariat yang ada pada Quran dan as Sunnah. Kekuatan pelaksanaan politik dan administrasi Islam tenetak pada rasa takut pada Islam dalam sejarah perkembangan administrasi cukup besar dengan adanya aturan dan tatanan yang menyangkut bidang-bidang politik dan administrasi. Banyak tatanan dalam bidang politik dan administrasi yang muncul dengan kehadiran Islam tersebut yang hingga kini tetap menjadi pedoman dan pegangan umat kunci Islam, Sejarah Perkembangan AdministarsiRead morePEMETAAN KONFLIK PANJANG ARAB SAUDI DAN IRANDecember 2022 Jurnal Kolaborasi Resolusi KonflikHumairah ArsyadPerkembangan rivalitas Arab Saudi dan Iran di regional Timur Tengah dipicu oleh perbedaan paham keagamaan sektarianisme Sunni dan Syiâah. Selain itu, ada yang berpendapat bahwa konflik dipicu oleh usaha Amerika Serikat dan Uni Soviet untuk dapat menguasai dan mengendalikan Timur Tengah secara politik dan ekonomi. Untuk melihat konflik antara Arab Saudi dan Iran, penulis akan menggunakan teori ... [Show full abstract] pemetaan konflik dari Paul Wehr. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Data diperoleh dari data sekunder melalui teknik pengumpulan data berupa studi dokumentasi. Analisis data menggunakan tahapan reduksi data, analisis data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis ini dapat memberikan gambaran tentang konflik Arab Saudi dan Iran mulai dari bagaimana awal konflik yang terjadi, siapa yang berkonflik, siapa yang bersekutu, dan moreArticleFull-text availableSHAH WALI ALLAH AND ABUL A'LA MAWDUDIJune 2000 Al Qalam Ilzamudin Ma'murShah Wali Allah dan Sayyid Abul A'la Mawdudi adalah pemikir-pemikir Muslim dari Anak-benua lndo-Pakistan yang sangat terkemuka pada masanya, masing-masing abad ke-18 dan 20. Kedua ulama ini yang masing-masing dipandang mewakili kaum Modernis dan Tradisionalis hingga tingkat tertentu, mempunyai pemikiran yang menyentuh spektrum yang cukup luas mulai dari ilmu agama tradisional seperti tafsir, ... [Show full abstract] fiqh, bahasa Arab dan sejarah Islam hingga ilmu umum modern seperti ilmu ekonomi, Pendidikan dan politik kenegaraan. Dari sekian banyak aspek pemikiran mereka tersebut, pemikiran politik menjadi kajian utama dalam tulisan ini. Kemudian karena konsep dasar filsafat politik adalah konsep negara, maka tulisan ini lebih diarahkan pada pemikiran mereka yang menyangkut bentuk dan tujuan negara, peran kepala negara, syarat kepala negara, gelar kepala negara, tugas kepala negara, dan jenis golangan warga dari negara Islam. Kendati terdapat beberapa perbedaan dan sekaligus persamaan, gagasan umum mereka adalah ingin melihat terciptanya umat Islam, khususnya di Indo-Pakistan dan umumnya dunia Islam, bersatu padu di bawah bendera Islam. Sejalan dengan pemikiran ini, mereka sependapat bahwa tujuan dari negara Islam adalah untuk menjamin diterapkannya ajaran-ajaran lslam. Negara bukanlah tujuan melainkan sekedar alat untuk mencapai tujuan yang lebih luas dan mulia yang dalam bahasa Iqbal dimaksudkan "untuk mewujudkan Kerajaan Tuhan di Bumi".View full-textLast Updated 27 Jan 2023Interested in research on Arabs?Join ResearchGate to discover and stay up-to-date with the latest research from leading experts in Arabs and many other scientific topics.
HadistTentang Akhlak ke 8. Hadits Tentang Akhlak ke 9. Hadits Tentang Akhlakul Karimah ke 10. Hadits Tentang Akhlak Tercela. Ayat dan Hadits Tentang Akhlak Rasulullah. Penjelasan Ulama Tentang Akhlak Mulia. Doa Agar di Berikan Akhlak Yang Baik. Kesimpulan Hadits Tentang Akhlak.
â Hadits tentang kebudayaan. Indonesia memiliki banyak kepulauan, dipisahkan oleh laut dan merupakan salah satu negara terluas di dunia. Indonesia juga memiliki 3 satuan waktu yang melambangkan betapa luasnya negara ini. Tidak heran jika di Tanah Air ada banyak kebudayaan tersebar. Kebudayaan ini meliputi banyak macam, tergantung daerah masing-masing. Selain itu Indonesia juga menyerap beberapa kebudayaan dari barat dan timur, termasuk Arab salah satunya. Meski merupakan agama, namun Islam juga dapat disebut budaya karena ada kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan atas dasar kewajiban. Seperti berkerudung, tarawih, witir, silarurahmi saat lebaran, dan masih banyak seorang Islam dan Indonesia, kita harus menjaga budaya tersebut jangan sampai luntur termakan perkembangan zaman. Kita harus selalu melestarikan kebudayaan, seperti yang disebutkan dalam hadits dan dalil shahih tentang kebudayaan di bawah Hadits Tentang Kebudayaan1. Budaya Pernikahan2. Syariat Islam3. Budaya dalam MinumDaftar Hadits Tentang KebudayaanLangsung saja berikut adalah daftar kumpulan hadits shahih tetang kebudayaan dan peradaban dalam bahasa Arab, latin, dan artinya atau terjemahan Indonesia. Bacaan lafadz dan teks hadits ini kami rangkum dari berbagai sumber, silahkan Budaya PernikahanAisyah Radhiyalahu anha menceritakan âSesungguhnya pernikahan pada masa jahiliyah ada empat macam. Pernikahan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang sekarang. Yaitu seseorang datang meminang wanita atau anak gadis kepada walinya, lalu ia memberi mahar kepadanya kemudian menikahinyaâ.2. Syariat Islamؚاؚ ÙÙØ¬ÙÙØšÙ اÙ
ÙØªÙØ«ÙØ§ÙÙ Ù
ÙØ§ ÙÙØ§ÙÙÙÙ ØŽÙØ±ÙØ¹ÙØ§ دÙÙÙÙ Ù
ÙØ§ ذÙÙÙØ±ÙÙ٠صÙ٠اÙÙ٠عÙÙÙ ÙØ³ÙÙ
Ù
ÙÙÙ Ù
ÙØ¹ÙاÙÙØŽÙ Ø§ÙØ¯ÙÙÙÙÙÙØ§ عÙÙÙÙ Ø³ÙØšÙÙÙÙ Ø§ÙØ±ÙÙØ£ÙÙÙ Artinya, âBab Kewajiban Mengikuti Sabda Nabi yang Berupa Syariat, Bukan Pernyataan Beliau tentang Kehidupan Dunia Menurut Pendapatnya. Lihat Abû al-Hajjâj Muslim, Saឥiឥ Muslim, [Beirut Dâr al-Jîl, j. 7, h. 953. Budaya dalam MinumØ³ÙØ£ÙÙ ÙÙÙÙÙ Øš ÙØ§ÙÙÙÙÙ Ù
ÙÙÙÙØš ÙØš Ø£ÙØ® ÙÙÙÙÙÙÙØ§ØšÙÙÙÙÙÙÙØš ÙØ± Ø£ÙØ® ÙØ§ÙÙ Ø§ÙØ·ÙÙ ÙÙÙÙ Ø£ÙØš ÙÙØ¯Ø«Ù ÙÙ Ø ÙÙ Ù٠أÙÙÙÙ٠اÙÙÙÙ Ù
ÙÙØ³ Øš ÙØ£ÙÙ ÙÙÙ٠ع Ø©ÙÙ٠أÙÙÙØš Ø·ÙÙÙØ ÙØšØ§ ÙÙÙÙÙÙÙ ÙØ¯ÙØšÙÙ٠ع ÙØšÙÙÙÙØÙØ³Ø¥ÙÙÙØ¹Ø§Ù٠٠ا ÙØ Ù ÙÙØ±Ùا ÙÙÙ ÙÙÙØšÙØ©ÙØ¯ÙÙÙØšÙعÙ٠أÙÙØš ÙÙÙÙØª Ø£ÙØ³ ÙÙÙÙ ÙÙÙØšÙÙ٠أÙÙØš ÙÙ Ù Ø©ÙØ·ÙÙÙØ ÙØ£ÙÙØš ÙÙÙÙØ¯ ÙÙØ±ÙÙÙ
ÙÙ٠ا ÙÙÙ ÙØ§Ù٠إ ÙÙÙÙØª ٠آÙÙ
ÙÙÙØ£ÙÙØª ÙÙØ± Ù ÙÙØªÙ ÙÙØ¶Ù ÙØ® Ù ÙÙÙÙÙÙ
Ø§Ø§ÙØš ÙÙØš ÙØŽØ± ÙÙÙØ¹ اÙÙÙØ±ÙÙØ³Ù اÙÙÙÙØ©Ù Ø±ÙØ§ ÙÙÙ ÙÙÙØ°ÙÙÙÙ Ù ÙØ¥ÙÙÙ
ÙÙÙØ³Ø£ÙÙ ÙÙ ÙÙ Ø©ÙÙ Ø·ÙÙÙØ ÙØ§ÙÙ Ø£ÙØš ÙÙÙÙ ÙØª Ù ÙÙ
Ø±ÙØÙÙÙÙÙÙÙØšÙس اÙÙÙØªÙØšÙÙ ÙØ¶Ø± ا Ù ÙØ§ ÙØ³ ÙÙÙ ÙØ±ÙÙÙÙÙÙ Ù
ÙÙ ÙØª Ø¥ ÙÙ
ÙÙÙØª Ù ÙÙ ÙÙ ÙÙØ³Ø± ÙÙÙÙØª ت ÙØÙÙDan telah menceritakan kepadaku Abu At Thahir telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku Malik bin Anas dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah dari Anas bin Malik bahwa dia berkata, âSaya pernah menuangkan minuman dari Fadlikh minuman yang terbuat dari campuran kurma muda dan Tamr minuman yang terbuat dari kurma kepada Abu Ubaidah bin Jarrah, Abu Thalhah dan Ubay bin Kaâab, tiba-tiba seseorang datang kepada mereka sambil berkata, âSesungguhnya khamr telah diharamkan.â Lantas Abu Thalhah berkata, âWahai Anas, berdirilah! Ambil dan pecahlah bejana khamr ini.â Kemudian saya mengambil gentong milik kami dan saya pukul bawahnya hingga pecah.âKesimpulanItu dia beberapa daftar hadits dan dalil shahih tentang kebudayaan, hadits tentang kebudayaan islam, kebudayaan yang tidak bertentangan dengan islam, sikap islam terhadap kebudayaan, contoh kebudayaan islam, contoh kebudayaan yang tidak bertentangan dengan agama islam, kebudayaan islam pdf, makalah islam dan kebudayaan, kebudayaan dalam Hadits Tentang Palestina MerdekaHadits Tentang Makanan yang Halal dan BaikBacaan Lafadz Doa Masuk ke dalam Rumah
PenjelasanAl-Quran yang diikuti dengan teladan-teladan yang telah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad saw. membuktikan bahwa toleransi telah menjadi keniscayaan sejak masa sebelum globalisasi. Karenanya, Prof. Dr. M. Quraish Shihab menegaskan, âDewasa ini, di era globalisasi, dunia diibaratkan telah menjadi bagaikan âdesa kecilâ atau dalam
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Hadist menurut bahasa Kata al-hadts merupakan bentuk ism dari kata al-tahdits, yang berarti cerita al-ikhbar. Berbentuk jamak ahdtsah atau ahadist. 2 Kata al-hadits dan kata al-khabar secara bahasa adalah bersinonim. Menurut Azami, kata hadis dalam bahasa Arab, secara bahasa mempunyai arti, komunikasi, cerita, perbincangan religius atau sekular, historis maupun kekinian. Pengertian terbatas memahami sebagai sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad, baik perkataan, perbuatan , pernyataan dan sebagainya sifat, keadaan dan himmah. Pada pengertian luas hadist tidak hanya merujuk pada Nabi Muhammad, baik perkataan, perbuatan , pernyataan tetapi juga disandarkan pada sahabat dan tabi' secara bahasa berarti al-thariqah, atau al-sirah, yang berarti "jalan yang dijalani, terpuji atau tidak, baik atau buruk"; juga berarti "jalan, arah, peraturan, mode, atau cara tentang tindakan atau sikap hidup". Ahli hadits mengungkapkan bahwa sunnah merupakan segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah, baik perkataan, perbuatan, taqrir, perilaku, maupun seluk beluk kehidupannya, baik sebelum diangkat menjadi Rasul ataupun sesudahnya. Ulama ushul fiqh berpendapat bahwa sunnah adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad selain Al-Qur'an, baik berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir yang dapat dijadikan dalil hukum syara dan ulama fiqh menyatakan bahwa sunnah merupakan segala sesuatu yang ditetapkan dari Nabi Muhammad dan bukan termasuk dalam fardhu ataupun wajib. Penghujung abad ke II, kata sunnah dipakai hampir terbatas pada norma yang dicetuskan oleh Nabi atau norma yang disimpulkan dari ketentuan yang digariskan oleh Nabi. Sementara itu, istilah hadis sudah dipakai sejak periode Nabi, dan bahkan kata itu dipakai sendiri oleh Nabi. Jadi, sunnah bermakna teladan kehidupan Nabi, sedangkan hadis adalah segala sesuatu yang dinisbahkan kepada kehidupan Nabi. Perbedaan antara hadist dan sunnah ialah sebuah hadis mungkin tidak mencakup sunnah, atau sebuah hadis bisa jadi merangkum lebih dari sebuah sunnah/hadist yang dipaparkan oleh beberapa ahli Gustaff A. Guillaume Metodologi dan cara argumentasi dialektis yang mewarnai diskusi dan perdebatan yang merumuskan kerangka rujukan umum yang mengandalkan contoh Nabi Muhammad untuk memperkuat sebuah sudut pandang tertentu. Oleh karena itu, keseluruhan proses yang digunakan para pemikir untuk sampai pada berbagai bentuk pemahaman dan definisi tentang sunnah harus dipandang sebagai proses yang bersifat dinamis. Hal ini juga membuktikan otoritas yang begitu kuat dalam tradisi keagamaan Otoritas hadis dan sunnah tidak dapat dilepaskan dari adanya sifat otoritas Nabi sebagai sumbernya. Hal ini jelas sebagaimana keimanan sesorang bahwa Nabi Muhammad benar-benar Rasul Allah dan dijaga dari berbuat maksiat. Muhammad sebagai figur yang sempurna bagi umat Islam sebagaimana disebut di dalam Al-Qur'an sebagai teladan yang baik Qs. al-Ahzb 3321. Inilah yang menjadikan nilai otoritatif di dalam sunnahnya. Oleh sebab itulah, setiap muslim akan mengukir kebenaran tingkah lakunya dengan melihat pada otoritatif Nabi yang terdapat dalam hadis dan Jeffery Sunnah dapat ditemukan pada otoritas pribadi Muhammad. Bahkan seandainya dikatakan Kristiani adalah Kristus, maka begitu pula Islam adalah Muhammad. Muhammad sebagai muslim ada dalam keyakinan dan sejarah. Pandangan-pandangan ini berbeda dengan pandangan para orientalis sebelumnya yang tidak sependapat dan menolak otoritas hadis dan Qardhawi Sunnah/hadist merupakan penafsiran Al-Qur'an dalam praktek atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Hal ini mengingat bahwa pribadi Nabi adalah perwujudan dari Al-Qur'an yang diterjemahkan untuk manusia serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari. Sunnah Nabi adalah manhaj metode yang terinci bagi kehidupan seorang muslim dan masyarakat Kedudukan Nabi berada pada posisi setelah Al-Qur'an. Kedudukannya ini bukan bersumber dari penerimaan komunitas akan keberadaan Nabi sebagai seseorang yang mempunyai kekuasaan, tetapi posisinya diekspresikan melalui kehendak wahyu yang diturunkan Allah. Lihat Sosbud Selengkapnya
hadistentang larangan qaza' ditinjau dari aspek antropologi dan sosiologis memotret persoalan qaza' sebagai fenomena budaya. Jika melihat struktur sosial dan budaya yang berkembang pada waktu itu, larangan hadis tentang mencukur rambut dengan model qazaâ bersifat temporal. Implementasi hadis larangan qaza' jika melihat
Kala para wanita mendendangkan lagu, nabi Muhammad menikmati dengan penuh perhatian bahkan nabi mengoreksi liriknya yang dianggap kurang layak. Kumpulan hadits yang bisa dipertanggungjawabkan kesahihannya ini, menunjukan bahwa Nabi Muhammad mengapresiasi berbagai bentuk kesenian, seperti tarian, nyanyian dan musik. Kesenian memiliki makna penting dalam kehidupan Nabi Muhammad. Bahkan nabi pernah menyelenggarakan festival musik dan tari di ruangan masjid. Festival itu menyuguhkan kesenian orang-orang Afrika, yang saat itu dianggap ganjil oleh kebanyakan orang Arab. Islam agama yang realistis, Islam memperhatikan tabiat dan kebutuhan manusia. Salah satu yang dibutuhkan manusia adalah keindahan seni. ISBN 79-96461-5-7 Jumlah Halaman 188 Pengumpul KH. Adib Masruhan Penerbit Desantara Tahun Terbit 2004
MetodologisPemahaman Hadis Nabi . yang mengusulkan kajian hermeneutik sebagai salah satu metode alternatif dalam memahami hadis Nabi saw. untuk bisa melahirkan pemahaman hadis Nabi yang . acceptable . dan puncaknya menjadi . hudan li an-n. Ä. s. 15. C. Pembacaan Hadis Perspektif Antropologi. Banyaknya mazhab dalam hukum Islam dan kitab-kitab yang
â Hadits tentang kebudayaan. Islam memiliki ketentuan, namun Indonesia juga memiliki budaya yang diwariskan oleh nenek moyang. Kadang, selalu ada perdebatan antara boleh atau tidak melestarikan budaya tertentu di samping aturan agama. Ada yang bersikeras melarang, ada juga yang memperbolehkan. Namun tentu saja keduanya tetap tidak bisa dipisahkan karena kita adalah orang Indonesia yang beragama Islam. Lalu, sebenarnya bolehkah budaya tetap dilestarikan?Bagaimana pula pandangan agama Islam mengenai kebudayaan? Sebenarnya dalam hadits dan dalil shahih ada banyak petunjuk mengenai hal ini. Bila kita mempelajarinya, tentu kita akan mengetahui apa yang harus karena itu pada kesempatan ini kami ingin membagikan daftar kumpulan hadits dan dalil shahih tentang kebudayaan yang dirangkum dari berbagai sumber. Bacaan lafadz dan doa haditsnya bisa disimak di pembahasan Hadits Mengenai Kebudayaan1. Budaya Pernikahan2. Syariat Islam3. Budaya dalam MinumKumpulan Hadits Mengenai KebudayaanSimak langsung kumpulan daftar hadits yang menjelaskan tentang pandangan agama Islam terhadap kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia dan masih dilestarikan hingga kini. Ditulis dalam bahasa Arab, latin, dan Budaya PernikahanAisyah Radhiyalahu anha menceritakan âSesungguhnya pernikahan pada masa jahiliyah ada empat macam. Pernikahan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang sekarang. Yaitu seseorang datang meminang wanita atau anak gadis kepada walinya, lalu ia memberi mahar kepadanya kemudian menikahinyaâ.2. Syariat Islamؚاؚ ÙÙØ¬ÙÙØšÙ اÙ
ÙØªÙØ«ÙØ§ÙÙ Ù
ÙØ§ ÙÙØ§ÙÙÙÙ ØŽÙØ±ÙØ¹ÙØ§ دÙÙÙÙ Ù
ÙØ§ ذÙÙÙØ±ÙÙ٠صÙ٠اÙÙ٠عÙÙÙ ÙØ³ÙÙ
Ù
ÙÙÙ Ù
ÙØ¹ÙاÙÙØŽÙ Ø§ÙØ¯ÙÙÙÙÙÙØ§ عÙÙÙÙ Ø³ÙØšÙÙÙÙ Ø§ÙØ±ÙÙØ£ÙÙÙ Artinya, âBab Kewajiban Mengikuti Sabda Nabi yang Berupa Syariat, Bukan Pernyataan Beliau tentang Kehidupan Dunia Menurut Pendapatnya. Lihat Abû al-Hajjâj Muslim, Saឥiឥ Muslim, [Beirut Dâr al-Jîl, j. 7, h. 953. Budaya dalam MinumØ³ÙØ£ÙÙ ÙÙÙÙÙ Øš ÙØ§ÙÙÙÙÙ Ù
ÙÙÙÙØš ÙØš Ø£ÙØ® ÙÙÙÙÙÙÙØ§ØšÙÙÙÙÙÙÙØš ÙØ± Ø£ÙØ® ÙØ§ÙÙ Ø§ÙØ·ÙÙ ÙÙÙÙ Ø£ÙØš ÙÙØ¯Ø«Ù ÙÙ Ø ÙÙ Ù٠أÙÙÙÙ٠اÙÙÙÙ Ù
ÙÙØ³ Øš ÙØ£ÙÙ ÙÙÙ٠ع Ø©ÙÙ٠أÙÙÙØš Ø·ÙÙÙØ ÙØšØ§ ÙÙÙÙÙÙÙ ÙØ¯ÙØšÙÙ٠ع ÙØšÙÙÙÙØÙØ³Ø¥ÙÙÙØ¹Ø§Ù٠٠ا ÙØ Ù ÙÙØ±Ùا ÙÙÙ ÙÙÙØšÙØ©ÙØ¯ÙÙÙØšÙعÙ٠أÙÙØš ÙÙÙÙØª Ø£ÙØ³ ÙÙÙÙ ÙÙÙØšÙÙ٠أÙÙØš ÙÙ Ù Ø©ÙØ·ÙÙÙØ ÙØ£ÙÙØš ÙÙÙÙØ¯ ÙÙØ±ÙÙÙ
ÙÙ٠ا ÙÙÙ ÙØ§Ù٠إ ÙÙÙÙØª ٠آÙÙ
ÙÙÙØ£ÙÙØª ÙÙØ± Ù ÙÙØªÙ ÙÙØ¶Ù ÙØ® Ù ÙÙÙÙÙÙ
Ø§Ø§ÙØš ÙÙØš ÙØŽØ± ÙÙÙØ¹ اÙÙÙØ±ÙÙØ³Ù اÙÙÙÙØ©Ù Ø±ÙØ§ ÙÙÙ ÙÙÙØ°ÙÙÙÙ Ù ÙØ¥ÙÙÙ
ÙÙÙØ³Ø£ÙÙ ÙÙ ÙÙ Ø©ÙÙ Ø·ÙÙÙØ ÙØ§ÙÙ Ø£ÙØš ÙÙÙÙ ÙØª Ù ÙÙ
Ø±ÙØÙÙÙÙÙÙÙØšÙس اÙÙÙØªÙØšÙÙ ÙØ¶Ø± ا Ù ÙØ§ ÙØ³ ÙÙÙ ÙØ±ÙÙÙÙÙÙ Ù
ÙÙ ÙØª Ø¥ ÙÙ
ÙÙÙØª Ù ÙÙ ÙÙ ÙÙØ³Ø± ÙÙÙÙØª ت ÙØÙÙDan telah menceritakan kepadaku Abu At Thahir telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku Malik bin Anas dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah dari Anas bin Malik bahwa dia berkata, âSaya pernah menuangkan minuman dari Fadlikh minuman yang terbuat dari campuran kurma muda dan Tamr minuman yang terbuat dari kurma kepada Abu Ubaidah bin Jarrah, Abu Thalhah dan Ubay bin Kaâab, tiba-tiba seseorang datang kepada mereka sambil berkata, âSesungguhnya khamr telah diharamkan.â Lantas Abu Thalhah berkata, âWahai Anas, berdirilah! Ambil dan pecahlah bejana khamr ini.â Kemudian saya mengambil gentong milik kami dan saya pukul bawahnya hingga pecah.âKesimpulanSingkat saja, itulah hadits nabi tentang kebudayaan, kebudayaan islam, kebudayaan adalah, contoh kebudayaan islam, kebudayaan islam adalah, kebudayaan islam di indonesia, konsep kebudayaan dalam islam, kebudayaan islam makalah, prinsip kebudayaan Hadits Nabi Tentang KaâbahHadits Tentang Berserah Diri atau TawakalBacaan Doa Setelah Sholat Sendirian
foPZ0a. qpn01o0n19.pages.dev/134qpn01o0n19.pages.dev/699qpn01o0n19.pages.dev/310qpn01o0n19.pages.dev/212qpn01o0n19.pages.dev/23qpn01o0n19.pages.dev/187qpn01o0n19.pages.dev/516qpn01o0n19.pages.dev/174qpn01o0n19.pages.dev/480qpn01o0n19.pages.dev/986qpn01o0n19.pages.dev/554qpn01o0n19.pages.dev/157qpn01o0n19.pages.dev/530qpn01o0n19.pages.dev/607qpn01o0n19.pages.dev/30
hadis nabi tentang kebudayaan