Doamenahan nafsu syahwat. "Allohumma inni a'udzu bika min munkarootil akhlaaqi wal a'maali wal ahwaa." Artinya: "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari akhlak, amal, dan hawa nafsu yang jelek)." (HR Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan) (HR Tirmidzi, no. 3591. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih) بسم الله الرحمن الرحيمالله صلى وسلم وبارك على سيدنا محمدينAbu Bakar Al-Muthawi’i selama 12 tahun beliau selalu aktif mengikuti majlis pengajian Imam Ahmad. Di dalam majeles hadits tersebut imam ahmad membacakan Al Musnad kepada putra –putra beliu, namun selama mengikuti mejelis tersebut. Al-Muthawi’i tidak memiliki catatatan walau hanya satu Hadits. Lalu, apa yang di lakukan Al-Muthawi’i di mejelis tersebut? Beliu hanya ingin memandang Imam tidak hanya Al-Muthawi’i saja yang datang ke mejelis hadits hanya untuk memandang imam ahmad. Mayoritas mareka yang hadir di dalam mesjid tersebut memiliki tujuan yang sama dengan Al-Muthawi’i, padaha jumlah mareka yang hadir di dalam mejelis imam ahmad saat itu lebih dari 5000 orang, namun yang mencatat hadist kurang dari 500 orang sahaja. Demikianlah mengisahkan oleh Ibnu Al-Jauzi manaqib imam ahmad, 210Apa yang di lakukan oleh Al-Muthawi’i bukalah hal yang sia-sia karena memandang orang yang shaleh bisa memberika hal yang positif bagi pelakunya, memandang orang yang sahleh bisa membangkitkan semagat untuk meningkatkan amalan kebaikan, jika keimanan seseorang sedang turun. Sebagiamana yang di lakukan oleh Abu Ja’far Bin Selaiman salah satu murid Hasan A-Bashri beliau pernah ,mengatakan “ jika aku merakasan hatiku sedang dalam keadaan keras, maka aku akan segera pergi untuk memandang Wajah Muhammad Bin Wasi’ Al-Bishri maka ha iu mengigatkanku kepda kematian.” Tarik Malik sendiri juga melakukan hal yang sama tatkala merasakan qaswah dalam hatinya. Beliau bercerita “setiap aku mersakan adanya qaswah dalam hati maka aku mandatagi Muhammad Bin Al-Munkadar dan memandanya. Hal ini bisa memberikan penrigatan kepadaku selama beberapa hari.” Tartib Al-Hasan Al-Basri sendiri juga di kenal sebagai ulama yang memandanya membuat pelakunya akan ingat kepada ALLAH sebagaimana disebutkan oleh ulama semasa dengan belau. Ats’ats Bin Abdullah juga mengatakan.” Jika kami bergabung dengan mejelis a-hasan maka setelah kami keluar kami tidak ingat lagi terhadap dunia.” Jika memang besar dampak positif yang di peroleh dengan memandang para orang-orang yang shaleh maka melakukanya dalah diaangap ibadah karena telah melaksanakan saran Rasulullaah. Dimana suatu saat beberapa sahabat bertanyak. “sahabat seperti apa yang baik buat kami?” lalu Rasulullah menjawab .”yakni apabila kalian memandang wajahnya maka hal tersebut mengigatkan kalian kepada Allah.” Riwayat Abu Ya’lah. Diasankan Al-Bushiri. Mudah-mudahan allah kumpulakan kita semua di dunia dan akhirat bersama orang-orang yang shaleh dan di masukan dalam syurga bersama-sama.
CeramahSingkat tentang Kematian dan Faktanya dalam Al-Qur’an. Ada banyak ayat dalam Al-Qur’an yang membicarakan kematian. Meskipun kematian menjadi hal yang menyeramkan bagi banyak orang, namun tidak sedikit orang alim yang merindukannya untuk segera bertemu Rabbnya. Baca juga : kultum ustadz abdul somad.
Kalam “Jika kau punya masalah yang tidak bisa kau selesaikan dengan akal, maka sering-seringlah melihat wajah orang shaleh, pasti Allah SWT akan memberimu jalan keluar.” ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠﻰَ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪِ، ﺍﻟْﻔَﺎﺗِﺢِ ﻟِﻤَﺎ ﺃُﻏْﻠِﻖَ ﻭَﺍﻟْﺨَﺎﺗِﻢِ ﻟِﻤَﺎ ﺳَﺒَﻖَ، ﻧَﺎﺻِﺮِ ﺍﻟْﺤَﻖِّ ﺑِﺎﻟْﺤَﻖِّ، ﻭَﺍﻟْﻬَﺎﺩِﻱ ﺇِﻟَﻰ ﺻِﺮَﺍﻃِﻚَ ﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻘِﻴْﻢِ ﻭَﻋَﻠﻰَ ﺁﻟِﻪِ ﺣَﻖَّ ﻗَﺪْﺭِﻩِ ﻭَﻣِﻘْﺪَﺍﺭِﻩِ ﺍﻟﻌَﻈِﻴْﻢِ Aplikasi Pejalan Ruhani bisa di download di Google Play Store. Semoga bermanfaat SurauBaitulFatihTarekatNaqsyabandiyahKhalidiyah Follow 🌻suraubaitulfatihdzikir dzikrullah sholawat shalawat sholawatan maulid suluk salik syariat thariqat thariqah thoriqoh tarekat hakikat makrifat islam iman ihsan tauhid sufi sufism sufisme sufistik tasawuf mahabbah naqsyabandiyah naqshbandi jatman aswaja nahdliyin Mulai Perjalanan Mulai perjalanan ruhani dalam bimbingan Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Sayyidi Syaikh Ahmad Farki al-Khalidi qs. Kalam & Nasehat Lainnya Rekomendasi Di sejumlah pesantren salafiyah, buku ini Tanwir al-Qulub biasanya dipelajari bersamaan dengan kitab-kitab fikih. Yang sedikit membedakan, kitab ini ditulis oleh seorang pelaku tarekat sekaligus mursyid dari tarekat Naqsyabandiyah.
Menjadiwanita sholeha sedikit orang yang menginkannya, karena wanita soleha identik dengan berpakaian muslimah dll yang kebanyakan wanita memilih hal yang bebas dan wajar justru hal tersebut salah adanya. Sebagaimana Firman Allah :" Wanita yang baik" , Diciptakan hanya untuk laki" baik. Berikut ini Ciri - Ciri Wanita Sholeha Idaman Laki Apakah benar dengan memandang alim ulama maka jasadnya terhindar dari api neraka… via Tanya Ustadz for Android Jawaban Bismillah was shalatu was salamu ala Rasulillah, wa ba’du, Terdapat hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, خمس من العبادة قلة الطعم والقعود في المساجد ، والنظر إلى الكعبة ، والنظر في المصحف والنظر إلى وجه العالم “Ada 5 hal termasuk ibadah, sedikit makan, duduk di masjid, melihat ka’bah, melihat mushaf al-Quran, dan melihat wajah ulama.” Status hadis Hadis ini diriwayatkan ad-Dailami dalam Musnad Firdaus dan statusnya dhaif jiddan lemah sekali. Dalam riwayat lain, disebutkan lebih sangar, نَظْرَةٌ فِي وَجْهِ الْعَالِمِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ عِبَادَةِ سِتِّينَ سَنَةً صِيَامًا وَقِيَامًا Melihat wajah ulama lebih dicintai oleh Allah dari pada ibadah selama 60 tahun, berupa puasa dan shalat tahajud. Status hadis Hadis ini sangat lemah, dimasukkan oleh as-Sakhawi – murid Ibnu Hajar al-Asqalani – dalam al-Maqasid al-Hasanah hlm. 696, buku beliau berisi kumpulan hadis dhaif. Kesimpulannya, tidak dijumpai adanya dalil shahih yang menyebutkan keutamaan melihat ulama atau tokoh agama. Keutamaan Belajar Agama Islam Yang ada adalah keutamaan belajar ilmu agama, dengan mendatangi guru dan memperhatikan guru. Diantaranya hadis yang cukup panjang dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ Siapa yang menempuh jalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga. Dan jika ada sekelompok orang berkumpul di salah satu masjid Allah, membaca kitabullah dan mereka mengkajinya, maka akan turun ketenangan kepada mereka, mereka akan diliputi rahmat, dikelilingi malaikat, dan mereka akan dibanggakan Allah di hadapan makhluk yang ada di dekatnya. HR. Muslim 7028, Ahmad 7427 dan yang lainnya . Keutamaan ini barlaku bagi yang belajar, bukan semata melihat wajah ulama. Meskipun dalam kegiatan belajar, hampir pasti melihat wajah gurunya. Kecuali yang datangnya telat, gak dapat tempat di dalam. Melihat yang Ber-efek Samping Dalam belajar, bukan syarat harus melihat guru atau ustad. Bahkan ketika melihat ini bisa menimbulkan efek samping yang kurang bagus, sebaiknya tidak melihat. Dulu sebagian sahabat ketika belajar bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam ada yang sampai tidak berani melihat beliau. Wibawa Nabi shallallahu alaihi wa sallam, sampai membuat sahabat ini tidak kuat melihat beliau. Seperti yang dialami sahabat Amr bin Ash radhiyallahu anhu, beliau mengatakan, وَمَا كَانَ أَحَدٌ أَحَبَّ إِلَىَّ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَلاَ أَجَلَّ فِى عَيْنِى مِنْهُ وَمَا كُنْتُ أُطِيقُ أَنْ أَمْلأَ عَيْنَىَّ مِنْهُ إِجْلاَلاً لَهُ وَلَوْ سُئِلْتُ أَنْ أَصِفَهُ مَا أَطَقْتُ لأَنِّى لَمْ أَكُنْ أَمْلأُ عَيْنَىَّ مِنْهُ Tidak ada seorang-pun yang lebih aku cintai melebihi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Tidak ada manusia yang lebih mulia di mataku, dari pada beliau. Aku tidak mampu untuk memenuhi pandanganku ke arah beliau, karena wibawa beliau. Kalaupun aku diminta untuk menceritakan tentang wajah beliau, aku tidak mampu. Karena aku tidak pernah memandang total wajah beliau. HR. Muslim 336. Ketika melihat wajah ustad atau guru tidak diperlukan, terutama lawan jenis, karena dikhawatirkan menimbulkan hal yang tidak diinginkan, maka sebaiknya tidak melihat. Semoga Allah melindungi kita dari godaan setan yang selalu menggelincirkan manusia menuju penyimpangan. Allahu a’lam. Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits Dewan Pembina Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android. Download Sekarang !! didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia. Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR. SPONSOR hubungi 081 326 333 328 DONASI hubungi 087 882 888 727 REKENING DONASI BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242 YAYASAN YUFID NETWORK Kode BSI 451 🔍 Bolehkah Tarawih Sendiri Di Rumah, Republika Syiah, Pengobatan Ala Ustad Danu, Anting Pria, Hukum Bisnis Mlm Dalam Islam, Pakai Celana Ketat KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO CARA SHOLAT, ATAU HUBUNGI +62813 26 3333 28 Ibu aku ingin memandang wajah tuamu yang berhiaskan keriput halus. Ingin kutatap mata sendumu berlama lama. Ingin kupeluk tubuhmu yang merenta. Inginku bersamamu menghabiskan waktu. Ibu, tunggulah anakmu ini yang tidak sabar ingin segera kembali ke pelukanmu tidak lama lagi. #day18 #Ramadhan berkisah #PenaJuara - Dahulu, para salaf ketika mendapatkan hatinya mengeras disebabkan lalai dan dosa, mereka bergegas pergi melihat wajah teduh penuh berkah Muhammad bin Wasi', taqwanya kepada Allah mengalir ke wajahnya menampakkkan cahaya keimanan, seketika orang orang yang memandang beliau seakan mendapatkan peringatan akhirat, mengingatkan akan ibadah dan taqwa, sehingga luluh dan khusyu'lah hati hati mereka..Diantara mereka ada yang mengatakan, "إذا نظرت إلى محمد بن واسع تجددت عندي الهمة في الطاعة شهرا كاملا""Ketika aku memandang Muhammad bin Wasi', maka bertambahlah semangatku dalam taat dan ibadah satu bulan penuh"..Kekhusyu'an dan ketenangan beliau mampu menggetarkan hati orang orang yang melihatnya, bahkan sebelum beliau berbicara..Beginilah keadaan orang orang sholeh, dan ini benar benar terjadi..Para masyaikh dan wali wali Allah itu memiliki kekuatan spiritual yang luar biasa kuat, orang orang sekitar mereka sangat merasakan energi ini, sehingga diceritakan bahwa ada beberapa masyaikh yang para muridnya sudah bisa meneteskan air mata sebelum beliau beliau membuka kajian..Hanya melihat wajah khusyu' mereka..Ada beberapa riwayat yang mengatakan bahwa memandang wajah orang alim adalah ibadah, walaupun ini diperselisihkan sanadnya oleh para ulama, tapi kita tidak membahas itu, sy ingin mengajak teman teman merasakan energi positif dari mereka..Walaupun hanya memandang sekilas..Bagaimana sekiranya orang orang yang Allah beri kesempatan membersamai mereka..Allah..ya lahaaa min ni'mah..$ads={1}Dan diantara wali itu adalah sayyidil Habib Umar, ini adalah pengakuan dari beberapa ulama yang sezaman dengan beliau, karena ada yang mengatakan,"لا يعلم الولي إلا ولي""Tidak ada yang mengetahui kewalian seseorang kecuali seorang wali"Dan beliau -semoga Allah menjaganya- pernah suatu kali disebut wali oleh syeikh Ali Jumah..Sungguh, melihat mereka saja sudah membuat kita khusyu' dan ingat akherat..Oleh Amru HamdanyDemikian Artikel " Semangat Beribadah Karena Memandang Wajah Orang Sholeh "Semoga BermanfaatWallahu a'lam BishowabAllahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jama'ah -
Senyummumelihat wajah saudaramu, bagimu adalah sedekah. Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal sholeh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan
Orang shaleh punya aura positif. Dan aura itu bisa menular kepada orang yang memandangnya SEBAGIAN besar orang beranggapan, bahwa serius dalam belajar di antaranya adalah membawa kertas dan pena. Catat, garisbawahi, semua penjelasan penting sang ulama yang menjadi guru. Namun, tidak demikian halnya dengan Abu Bakar Al-Muthawi’i. Ia lebih suka memandang wajah sang ulama hingga lembut dan tenteram hatinya. Selama 12 tahun ia aktif mengikuti majelisnya Imam Ahmad. Mestinya, catatannya sudah berlembar-lembar, sebagai bukti bahwa ia serius mengikuti majelis tersebut. Ternyata tidak. Jangankan selembar, secuil pun ia tak punya catatan. Ia datang memang bukan untuk mencatat. Ia datang hanya karena ingin memandang Imam Ahmad. Itu saja. Lebih “gila” lagi, Muthawi’i tidak sendiri. Mayoritas yang datang di majelis itu seperti Muthawi’i, cuma ingin menikmati wajah Sang Imam. Padahal, yang hadir tak kurang dari 5 ribu orang. Dari jumlah tersebut, yang kelihatan aktif mencatat sekirar 500 orang. Demikian Ibnu Al Jauzi mengisahkan Manaqib Imam Ahmad, 210. Seorang perempuan cantikah Imam Ahmad? Jelas bukan. Imam Ahmad adalah seorang ulama yang menyandang gelar salah satu imam mazhab ternama. Majelisnya adalah majelis hadits, karena beliau memang ahli hadits. Tak heran bila majelis pengajiannya menjadi rujukan banyak orang. Demikian juga kitab-kitabnya. Namanya harum hingga sekarang, bahkan sepanjang masa. Ingat kepada Allah Kembali kepada Muthawi’i, apa yang ia lakukan bukanlah sia-sia. Tetapi ada dasarnya. Orang shaleh punya aura positif. Dan aura itu bisa menular kepada orang yang memandangnya. Jelasnya, ia bisa membangkitkan semangat untuk meningkatkan amal kebaikan, apalagi saat keimanan sedang menurun. Itu pernah dilakukan oleh Abu Ja’far bin Sulaiman, salah satu murid Hasan Al Bashri. Beliau mengatakan, ”Jika aku merasakan hatiku sedang dalam keadaan qaswah keras, maka aku segera pergi untuk memandang wajah Muhammad bin Wasi’ Al Bishri. Maka hal itu mengingatkanku kepada kematian.” Imam Malik sendiri juga melakukan hal yang sama, tatkala merasakan qaswah dalam hati. Beliau berkisah, ”Setiap aku merasakan adanya qaswah dalam hati, maka aku mendatangi Muhammad bin Al Munkadar dan memandangnya. Hal itu bisa memberikan peringatan kapadaku selama beberapa hari.” Dengan demikian, datang dan hadirlah kepada para ulama, terutama yang mengisi majelis-majelis ilmu, pandanglah wajah mereka untuk melunakkan hati dari kerasnya hati qoswah. Atau setidak-tidaknya, berdekat-dekatlah dengan wajah orang-orang yang shaleh, karena seperti disampaikan dalam bait syair populer masa kini, yakni “Tombo Ati” alias obat hati, yang ketiga adalah berkumpul dengan orang-orang yang shaleh. “Kaping telu wong kang sholeh kumpulono.”*/Abu Ilmia
Penglihatannya Orang yang takut kepada Allah swt., tidak akan melihat pada yang haram, baik mengenai makanan, minuman, pakaian dan lain sebagainya. Dia tidak memandang dunia dengan nafsu ambisi dan keinginannya, tetapi dia memandangnya untuk mengambil pelajaran dan ibrah. Dia tidak memandang pada sesuatu yang tidak halal dilihat olehnya.

DEPOK – Memandang wajah ulama atau orang-orang saleh itu berkah. “Terdapat sejumlah rahasia memandang wajah ulama yang berserakan dalam sabda Nabi SAW dan penjelasan ulama,” kata Dr KH Syamsul Yakin MA saat mengupas Kitab Tanqihul Qaul di Masjid Jami Baitussalam Perum Puri Depok Mas, Depok, Jawa Barat, Ahad 17/3. Siaran pers yang diterima Ahad 17/3 menyebutkan, pengajian rutin itu diawali Shubuh berjamaah hingga syuruq terbit matahari. Pimpinan Pondok Pesantren Darul Akhyar, Parung Bingung, Depok itu menambahkan, hal ini seperti terungkap, misalnya, dalam dalam Lubab al-Hadits, Jalaluddin al-Suyuthi, yang dikomentari oleh Syaikh Nawawi Banten dalam Tanqihul Qaul. Pertama, dalam Lubab al-Hadits, Jalaluddin al-Suyuthi mengutip hadits Nabi SAW yang bersabda, “Barangsiapa yang menatap wajah seorang ulama kendati sekali pandangan saja, lalu hal itu membuatnya gembira, maka Allah menciptakan dari pandangan itu satu malaikat yang memohonkan ampun untuk dirinya hingga hari kiamat”. Kedua, seperti diungkap kembali oleh Syaikh Nawawi Banten dari kitab Riyadh al-Shalihin, bahwa Ali Ibn Abi Thalib berkata, “Memandang wajah seorang ulama adalah ibadah. Lalu berpendar cahaya dalam pandangan itu dan terang cahaya di dalam hatinya. Ketika seorang ulama mengajarkan ilmu, maka satu tema yang diajarkan berhadiah satu istana di surga”. "Bagi yang mengamalkan ilmu yang diajarkannya, akan mendapatkan hadiah serupa”. Ketiga, Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang memuliakan seorang ulama, sungguh ia telah memuliakan aku”. Mengapa begitu? Menurut Syaikh Nawawi Banten, “Karena ulama adalah kekasih Nabi SAW”. Lalu Nabi SAW melanjutkan, “Barangsiapa yang memuliakan aku, sungguh ia telah memuliakan Allah.” Mengapa begitu? Menurut Syaikh Nawawi Banten, “Karena Nabi SAW adalah kekasih Allah SWT”. Nabi SAW bersabda lagi, “Barangsiapa yang memuliakan Allah, maka ia akan bertempat tinggal di surga”. Surga itu sendiri adalah tempat tinggal para kekasih Allah SWT”, demikian tulis Syaikh Nawawi Banten. Keempat, terkait dengan hal ini Nabi SAW bersabda, “Muliakanlah ulama karena mereka adalah pewaris para nabi. Barangsiapa yang memuliakan mereka, sungguh ia telah memuliakan Allah dan Rasul-Nya”. Hadits ini diriwayatkan oleh al-Khatib al-Baghdadi bersumber dari Jabir. Kelima, Nabi SAW bersabda, “Seorang ulama yang sedang tidur lebih utama ketimbang orang bodoh yang sedang beribadah”. Hadits ini menurut Syaikh Nawawi Banten maksudnya adalah bahwa seorang ulama yang sedang tidur yang memperhatikan tata aturan keilmuan lebih utama ketimbang orang bodoh yang sedang beribadah namun tidak memahami tata aturannya. Keenam, lebih tegas lagi, Nabi SAW jelaskan, “Tidur dengan berdasar ilmu lebih baik ketimbang shalat berdasar kebodohan”. Hadits ini diwayatkan oleh Abu Nu’aim dengan sanad dhaif. Mengapa begitu? Menurut Syaikh Nawawi Banten, “Karena orang yang bodoh terkadang menduga yang membatalkan itu dianggap sah dan yang dilarang itu sebagai yang dibolehkan”. Ketujuh, menurut Dirar Ibn al-Azwari al-Shahabi, “Barangsiapa yang beribadah kepada Allah dengan penuh kebodohan, maka potensi merusak lebih besar dari memperbaiki. Watsilah Ibn al-Asqa’a juga berkata, “Orang yang beribadah tanpa ilmu fikih ibarat sekawanan keledai penggiling tepung”.

Makadengan hanya memandang wajah beliau dan mendengarkan nasehat beliau serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang . Itulah pentingnya bergaul dengan orang-orang sholeh, dapat kembali membangkitkan semangat keimanan sehingga kita pun dapat menularkan nuansa kebaikan

Abu Bakar Al Muthawi’i selama dua belas tahun selalu aktif mengikuti majelis Imam Ahmad. Di majelis tersebut hadits tersebut Imam Ahmad membacakan Al Musnad kepada putra-putra beliau. Namun, selama mengikuti mejalis tersebut, Al Muthawi’i tidak memiliki catatan, walau hanya satu hadits. Lalu, apa yang dilakukan Al Muthawi’i di majelis itu? Beliau ternyata hanya ingin memandang Imam Ahmad. Ternyata, tidak hanya Al Muthawi’i saja yang datang ke majelis hadits hanya untuk memandang Imam Ahmad. Mayoritas mereka yang hadir dalam majelis tersebut memiliki tujuan yang sama dengan Al Mathawi’i. Padahal jumlah mereka yang hadir dalam majelis Imam Ahmad saat itu lebih dari 5000 orang, namun yang mencatat hadits kurang dari 500 orang. Demikian Ibnu Al Jauzi mengisahkan Manaqib Imam Ahmad, 210. Apa yang dilakukan Al Muthawi’i, bukanlah hal yang sia-sia. Karena, memandang orang shalih bisa memberikan hal yang positif bagi pelakunya. Memandang orang shalih, bisa membangkitkan semangat, untuk meningkatkan amalan kebaikan, tatkala keimanan seseorang sedang turun. Sebagaimana dilakukan oleh Abu Ja’far bin Sulaiman, salah satu murid Hasan Al Bashri. Beliau pernah mengatakan,”Jika aku merasakan hatiku sedang dalam keadaan qaswah keras, maka aku segera pergi untuk memandang wajah Muhammad bin Wasi’ Al Bishri. Maka hal itu mengingatkanku kepada kematian.” Tarikh Al Islam, 5/109. Imam Malik sendiri juga melakukan hal yang sama tatkala merasakan qaswah dalam hati. Beliau berkisah,”Setiap aku merasakan adanya qaswah dalam hati, maka aku mendatangi Muhammad bin Al Munkadar dan memandangnya. Hal itu bisa memberikan peringatan kapadaku selama beberapa hari.” Tartib Al Madarik, 2/51-52. Imam Al Hasan Al Bashri sendiri dikenal sebagai ulama yang memandangnya, membuat pelakunya ingat kepada Allah, sebagaimana disebut oleh ulama semasa beliau, yakni Ibnu Sirin. Ulama lainnya, yang hidup semasa dengan beliau, Ats’ats bin Abdullah juga mengatakan,”Jika kami bergabung dengan majelis Al Hasan, maka setelah keluar, kami tidak ingat lagi terhadap dunia.” Al Hilyah, 2/158. Jika demikian besar dampak positif yang diperoleh saat seorang memandang wajah orang-orang shaleh, maka melakukannya dihitung sebagai ibadah, karena telah melaksanakan saran Rasulullah. Dimana, suatu saat beberapa sahabat bertanya, “Karib seperti apa yang baik untuk kami?” Rasulullah menjawab,”Yakni apabila kalian memandang wajahnya, maka hal itu mengingatkan kalian kepada Allah.” Riwayat Abu Ya’la, dihasankan Al Bushiri. Sebagaimana beliau juga bersabda, “Sesungguhnya sebagian manusia merupakan kunci untuk mengingatkan kepada Allah.” Riwayat Ibnu Hibban, dishahihkan oleh beliau. Tak mengherankan jika Waqi’ bin Jarah menilai bahwa memandang wajah Abdullah bin Dawud adalah Ibadah. Abdullah sendiri adalah seorang ahli ibadah di Kufah saat itu. Tahdzib At Tahdzi, 7/296. Lantas, bagaimana bisa, hanya dengan memandang orang shalih, maka pelakunya bisa ingat kepada Allah? Sebenarnya penalaran terhadap masalah ini tidak cukup susah. Kadang dalam kehidupan sehari-hari kita memiliki teman yang amat suka terhadap permainan sepak bola, pembicaraannya tidak pernah keluar dari kompetisi sepak bola dan para pemainnya, baju yang dipakai serupa dengan kostum klub-klub sepak bola, kamarnya dipenuhi dengan poster para pemainnya, kendaraannya dihiasi dengan atribut-atribut olah- raga yang kini digemari banyak orang ini. Otomatis, ketika kita melihat tampilan fisik teman yang demikian, maka ingatan kita langsung tertuju kepada bola. Demikian pula, ketika ada kawan yang “gila” kuliner. Yang selalu berbicara mengenai rumah makan dan masakannya di berbagai tempat, dan banyak mencurahkan waktu untuk hoby-nya tersebut, maka melihat wajah orang yang demikian, akan mengingatkan kita pada makanan. Tidak jauh berbeda ketika kita memiliki kawan yang amat menjaga perkataan, tidak menyeru, kecuali menyeru kapada jalan Allah. Kita pun mengetahui bahwa ia selalu menjaga puasa dan shalat, baik yang fardhu maupun yang sunnah. Ia pun wara’ hati-hati dalam bermuamalah, maka bertemu dengannya, bisa membuat kita termotivasi untuk melakukan amalan yang labih baik dari sebelumnya. Apa yang telah dilakukan oleh para salaf di atas, mengingatkan kembali pada kita pada sebuah lantunan nasehat, yang sudah cukup akrab di telinga kita. Yakni nasehat “Tombo Ati” alias obat hati. “Kaping telu wong kang sholeh kumpulono”. Cara yang ketiga mengobati hati yang qaswah, adalah mendekati orang-orang shalih. Kalau para ulama salaf saja masih merasa perlu mendekat kepada para shalihin hanya untuk memandang wajah mereka, guna melunakkan qaswah dalam hati dan memperbaiki diri. Lantas bagaimana dengan kita? Apakah kita sudah memilih, siapa sahabat-sahabat yang bisa mengingatkan kita kepada Allah, di saat kita memandangnya? Padahal kita sama-sama sadar bahwa kualitas keimanan mereka amat jauh berada di atas yang kita miliki. Nasihat Memilih Teman Kondisi teman, bisa berpengaruh banyak hal kapada kita, sehingga perlu bagi kita berhati-hati memilih teman. Setidaknya, itulah inti dari nasehat yang disebutkan oleh Imam Abu Laits, dimana beliau mengatakan,”Seorang tidak akan melakukan 8 hal, kecuali Allah akan memberinya 8 hal pula. Kalau ia banyak bergaul dengan orang kaya, maka timbul dalam hatinya kesenangan terhadap harta. Kalau ia akrab dengan orang miskin, maka timbul dalam hatinya rasa syukur dan qana’ah. Kalau ia berteman dengan penguasa, maka timbul rasa sombong. Kalau ia berdekatan dengan anak-anak maka ia banyak bermain. Kalau ia dekat dengan para wanita, maka syahwatnya akan timbul. Kalau ia berkarib dengan orang-orang fasiq, maka datang keinginan untuk menunda-nunda taubat. Kalau ia dekat dengan ahli ilmu, maka ilmunya akan bertambah. Kalau ia dekat dengan ahli ibadah, maka akan termotivasi melakukant ibadah yang lebih banyak.” Bughyah Al Mustarsyidin, 9. Keterangan Foto Suasana majelis hadits di perguruan Darul Ulum Deoband, Uttar Pradesh, India.
Disebutkanoleh Imam Ahmad dalam musnadnya dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan: “Tatkala Rasulallah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengutus dirinya ke Yaman, dirinya keluar bersama Rasulallah sembari memberi wasiat padanya. Dan Mu’adz pada saat itu naik kendaraan sedangkan Rasulallah berjalan menuntun kendaraanya
22 September 202122 September 2021 adiregard 0 Lihatlah wajahnya Wajah beliau begitu teduh Mata beliau seperti mata bayi dan telaga yang dalam, membuat tenggelam dan jatuh cinta. “Barang siapa memandang kepada wajah orang Alim sekali dengan pandangan yang senang, niscaya Alloh SWT menjadikan pandangan tersebut malaikat yang memintakan ampun baginya hingga hari kiamat”. Imam Al-Hafizh Al-Mundziri meriwayatkan sebuah hadits dari 40 hadits berkenaan dengan keutamaan menuntut ilmu, yakni bersabda Rosululloh SAW “Pandangan sekali kepada orang Alim lebih Alloh cintai daripada ibadah 60 tahun, berpuasa siang harinya dan berdiri ibadah pada malamnya”. Mata yang memandang mempunyai pengaruh kuat dan berdampak signifikan terhadap aktifitas batiniah kita. Begitu kuatnya pengaruh itu sehingga mempengaruhi kekhusyu’an seseoran untuk beribadah kepada Alloh Ta’ala. Syekh Thohir bin Sholeh Al-Jazairi dalam kitabnya Jawahirul Kalamiyah menguraikan sebuah permasalahan Bagaimana mata mempunyai pengaruh, padahal mata itu hanya termasuk bagian badan manusia yang lembut dan tidak ada hubungannya dengan sesuatu yang dilihat, dan tidak ada sesuatu yang keluar dari mata itu yang berhubungan dengan sesuatu yang dilihat?’ Maka dijawab bahwa tidak ada yang menghalangi jika sesuatu yang lembut itu mempunyai pengaruh yang kuat, dan tidak diisyaratkan bahwa adanya pengaruh itu harus ada hubungannya, karena sesungguhnya kita lihat sebagian manusia yang mempunyai kewibawaan dan kekuasaan bila melihat kepada seseorang dengan pandangan yang mengandung amarah, kadang-kadang menyebabkan yang dipandang itu ketakutan dan gemetar, malah bisa menyebabkan kematiannya. Padahal pada lahirnya ia tidak memasukkan sesuatu pada yangilihatnyan dan tidak terjadi antara yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi hubungan ataupun sentuhan. Kalau magnet mempunyai kekuatan dapat menarik besi padahal tidak ada hubungan antara magnet dan besi yang ditariknya itu dan tidak keluar sesuatu yang dapat menyebabkan menariknya itu. Bahkan benda-benda yang lembut lebih besar pengaruhnya daripada benda-benda yang kasar. Karena sesungguhnya perkara-perkara yang besar adalah timbul dari kuatnya kehendak dan niat, sedangkan kehendak dan niat itu termasuk hal yang tidak tampak. Maka tidak mengherankan kalau mata mempunyai pengaruh terhadap yang dipandangnya sekalipun mata itu sangat lembut, dan tidak ada hubungan atau sesuatu yang keluar dari mata itu. Kekuatan dan kecepatan pengaruh mata dalam memandang telah disinggung oleh Nabi SAW dalam suatu riwayat dari Ibnu Abbas Ra. “Pandangan mata adalah suatu kebenaran. Jika ada sesuatu yang dapat mendahului takdir ketetapan Alloh, maka sungguh pandangan mataakan mendahuluinya”. HR. Muslim. Karena itulah mata bisa membahayakan, seperti hipnotis, dll. dan Nabi SAW mengajarkan kepada kita suatu do’a “Aku berlindung dengan kalimat Alloh yang sempurna dari setiap syetan, binatang buas, dan pandangan mata yang membahayakan”. Sari As-Saqothi Rhm. berkata “Lidahmu adalah penyambung dari hatimu, dan wajahmu adalah cermin darinya. Pada wajahmu ditemukan apa yang ada di dalam hatimu”. Ketika anak-anak Ya’qub ingin pergi ke Mesir, menemui Yusuf As. yang ketika itu sudah menjadi Perdana Menteri, Ya’qub As. menasehati mereka “Hai anak-anakku, janganlah kamu bersama-sama masuk dari satu pintu gerbang, masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlainan!” QS. Yusuf[17] 67. Qotadah mengatakan bahwa Ya’qub As. mengkhawatirkan mereka dari bahaya pandangan Al-Ain orang-orang yang melihat mereka karena anak-anak Ya’qub As. tergolong orang-orang yang tampan dan berpenampilan menarik. Demikianlah Al-Quran mengisahkan tentang isyarat kuatnya pengaruh pandangan terhadap sesuatu yang diinginkan, yang dipahami oleh sebagian orang tertentu yang diberikan pengetahuan tentangnya. Keutamaan pandangan kepada wajah seorang Ulama banyak sekali, di antaranya sebagaimana disabdakan oleh Nabi SAW “Barang siapa memandang kepada wajah orang Alim sekali dengan pandangan yang senang, niscaya Alloh SWT menjadikan pandangan tersebut malaikat yang memintakan ampun baginya hingga hari kiamat”. Imam Al-Hafizh Al-Mundziri meriwayatkan sebuah hadits dari 40 hadits berkenaan dengan keutamaan menuntut ilmu, yakni bersabda Rosululloh SAW “Pandangan sekali kepada orang Alim lebih Alloh cintai daripada ibadah 60 tahun, berpuasa siang harinya dan berdiri ibadah pada malamnya”. Hadits tersebut menunjukkan betapa besarnya keutamaan memandang wajah orang Alim secara lahiriah, dikarenakan seseorang yang melakukannya akan mendapat pengaruh kekhusyu’an dan ketenangan hati sehingga mendorongnya kepada Hubbul Akhiroh. Tidak semua Ulama dikategorikan seperti makna hadits di atas, karena kata Ulama’ menggunakan Isim Makrifah Al-’Ulamaa-u, yang menandakan ketertentuan/kekhususan. Tentunya Ulama yang dimaksud di sini adalah Ulama yang telah mencapai kemakrifatan yang Hakiki, dimana pancaran jiwanya mampu melenyapkan sekat-sekat yang menutupi hati. Maka Robithoh, yakni memandang wajah Syekh dengan mata hati lebih diutamakan dan memiliki tempat yang khusus di kalangan Ahli-ahli Thoriqoh, sebagai penyatuan ruhaniyah seorang murid yang dhoif lagi faqir, dengan Syekhnya yang kamil menuju Hadhirat Alloh Ta’ala. Di dalam sebuah hadits dikatakan bahwa ada sebagian ahli dzikir yang dapat menyebabkan orang lain ingat kepada Alloh. Yakni dengan memandang wajahnya saja, membuat mereka teringat untuk dzikrulloh. Hadits lain menyebutkan bahwa Sebaik-baik orang di antara kamu ialah seseorang yang apabila orang lain memandang wajahnya, maka ia ingat kepada Alloh, jika mendengar ucapannya maka bertambah ilmunya, dan jika melihat amal perbuatannya maka tertariklah pada akhirat’. Atas dasar hadits ini para pembimbing dzikir Syeikh Sufi terdahulu sangat menganjurkan untuk senantiasa mengenang wajah Syeikhnya sebagai alat untuk mempermudah dzikir ingat kepada Alloh SWT, dan yang demikian itu akan membuat dirinya tenggelam dalam lautan mahabbah dzikir-Nya. Berkata Syeikh Mushthofa Al-Bakri Rohimahullohu Ta’ala “Dan di antara apa yang diwajibkan atas seorang murid adalah robithoh hatinya dengan Gurunya dan maknanya bahwa murid senantiasa mengekalkan atas penyaksian akan rupa Syeikhnya. Inilah merupakan syarat yang dianjurkan bagi kaum Sufi yang mewariskan kepada maqom makrifat yang tinggi” Sumber Kitab Hidayatus Salikin Demikianlahorang Israel tidak memakai perhiasan-perhiasan lagi sejak dari gunung Horeb. 33:7. Sesudah itu Musa mengambil kemah dan membentangkannya di luar perkemahan, jauh dari perkemahan, dan menamainya Kemah Pertemuan. Setiap orang yang mencari TUHAN, keluarlah ia pergi ke Kemah Pertemuan yang di luar perkemahan. Abu Bakar Al Muthawi’i selama dua belas tahun selalu aktif mengikuti majelis Imam Ahmad. Di majelis tersebut hadits tersebut Imam Ahmad membacakan Al Musnad kepada putra-putra beliau. Namun, selama mengikuti mejalis tersebut, Al Muthawi’i tidak memiliki catatan, walau hanya satu hadits. Lalu, apa yang dilakukan Al Muthawi’i di majelis itu? Beliau ternyata hanya ingin memandang Imam Ahmad. Ternyata, tidak hanya Al Muthawi’i saja yang datang ke majelis hadits hanya untuk memandang Imam Ahmad. Mayoritas mereka yang hadir dalam majelis tersebut memiliki tujuan yang sama dengan Al Mathawi’i. Padahal jumlah mereka yang hadir dalam majelis Imam Ahmad saat itu lebih dari 5000 orang, namun yang mencatat hadits kurang dari 500 orang. Demikian Ibnu Al Jauzi mengisahkan Manaqib Imam Ahmad, 210. Apa yang dilakukan Al Muthawi’i, bukanlah hal yang sia-sia. Karena, memandang orang shalih bisa memberikan hal yang positif bagi pelakunya. Memandang orang shalih, bisa membangkitkan semangat, untuk meningkatkan amalan kebaikan, tatkala keimanan seseorang sedang turun. Sebagaimana dilakukan oleh Abu Ja’far bin Sulaiman, salah satu murid Hasan Al Bashri. Beliau pernah mengatakan,”Jika aku merasakan hatiku sedang dalam keadaan qaswah keras, maka aku segera pergi untuk memandang wajah Muhammad bin Wasi’ Al Bishri. Maka hal itu mengingatkanku kepada kematian.” Tarikh Al Islam, 5/109. Imam Malik sendiri juga melakukan hal yang sama tatkala merasakan qaswah dalam hati. Beliau berkisah,”Setiap aku merasakan adanya qaswah dalam hati, maka aku mendatangi Muhammad bin Al Munkadir dan memandangnya. Hal itu bisa memberikan peringatan kapadaku selama beberapa hari.” Tartib Al Madarik, 2/51-52. Imam Al Hasan Al Bashri sendiri dikenal sebagai ulama yang memandangnya, membuat pelakunya ingat kepada Allah, sebagaimana disebut oleh ulama semasa beliau, yakni Ibnu Sirin. Ulama lainnya, yang hidup semasa dengan beliau, Ats’ats bin Abdullah juga mengatakan,”Jika kami bergabung dengan majelis Al Hasan, maka setelah keluar, kami tidak ingat lagi terhadap dunia.” Al Hilyah, 2/158. Jika demikian besar dampak positif yang diperoleh saat seorang memandang wajah orang-orang shaleh, maka melakukannya dihitung sebagai ibadah, karena telah melaksanakan saran Rasulullah. Dimana, suatu saat beberapa sahabat bertanya, “Karib seperti apa yang baik untuk kami?” Rasulullah menjawab,”Yakni apabila kalian memandang wajahnya, maka hal itu mengingatkan kalian kepada Allah.” Riwayat Abu Ya’la, dihasankan Al Bushiri. Sebagaimana beliau juga bersabda, “Sesungguhnya sebagian manusia merupakan kunci untuk mengingatkan kepada Allah.” Riwayat Ibnu Hibban, dishahihkan oleh beliau. Tak mengherankan jika Waqi’ bin Jarah menilai bahwa memandang wajah Abdullah bin Dawud adalah Ibadah. Abdullah sendiri adalah seorang ahli ibadah di Kufah saat itu. Tahdzib At Tahdzi, 7/296. Nasihat Memilih Teman Kondisi teman, bisa berpengaruh banyak hal kapada kita, sehingga perlu bagi kita berhati-hati memilih teman. Setidaknya, itulah inti dari nasehat yang disebutkan oleh Imam Abu Laits, dimana beliau mengatakan,”Seorang tidak akan melakukan 8 hal, kecuali Allah akan memberinya 8 hal pula. Kalau ia banyak bergaul dengan orang kaya, maka timbul dalam hatinya kesenangan terhadap harta. Kalau ia akrab dengan orang miskin, maka timbul dalam hatinya rasa syukur dan qana’ah. Kalau ia berteman dengan penguasa, maka timbul rasa sombong. Kalau ia berdekatan dengan anak-anak maka ia banyak bermain. Kalau ia dekat dengan para wanita, maka syahwatnya akan timbul. Kalau ia berkarib dengan orang-orang fasiq, maka datang keinginan untuk menunda-nunda taubat. Kalau ia dekat dengan ahli ilmu, maka ilmunya akan bertambah. Kalau ia dekat dengan ahli ibadah, maka akan termotivasi melakukant ibadah yang lebih banyak.” Bughyah Al Mustarsyidin, 9. yd4Be2.
  • qpn01o0n19.pages.dev/87
  • qpn01o0n19.pages.dev/178
  • qpn01o0n19.pages.dev/712
  • qpn01o0n19.pages.dev/302
  • qpn01o0n19.pages.dev/520
  • qpn01o0n19.pages.dev/389
  • qpn01o0n19.pages.dev/918
  • qpn01o0n19.pages.dev/248
  • qpn01o0n19.pages.dev/606
  • qpn01o0n19.pages.dev/155
  • qpn01o0n19.pages.dev/201
  • qpn01o0n19.pages.dev/259
  • qpn01o0n19.pages.dev/261
  • qpn01o0n19.pages.dev/545
  • qpn01o0n19.pages.dev/888
  • memandang wajah orang sholeh